Bantah Ada Konflik Kepentingan, Ini Fakta-fakta Tanggapan Anwar Usman Usai Dicopot Jadi Ketua MK

Anwar Usman dicopot dari jabatannya
Sumber :
  • VIVA

Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Selasa, 7 November 2023, mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Istana Sebut Nama-nama Anggota Pansel KPK Akan Diumumkan Bulan Ini

Khususnya akibat adanya benturan kepentingan dalam penanganan perkara pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dengan putusan tersebut, menurut rencana, MK akan rapat permusyawaratan hakim atau RPH untuk membahas perintah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tersebut.

Ketua MK Anwar Usman saat jumpa pers di kantor Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • MK
 KPU Minta MK Tolak Tudingan Suara Nasdem Berkurang dan Golkar Bertambah di Jabar 1

Kemudian Anwar Usman melakukan konferensi pers di kantor MK pada Rabu, 8 November 2023. Berikut deretan fakta konferensi pers Anwar yang VIVa dapat rangkumkan:

Nilai Ada Upaya Politisasi dan Pembunuhan Karakter

Hakim MK Singgung Sirekap KPU di Sidang Sengketa Pileg 2024: Alat Bantu Malah Mengacaukan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menilai ada upaya politisasi dan pembunuhan karakter terhadapnya terkait putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

"Sesungguhnya saya mengetahui dan telah mendapat kabar upaya melakukan politisasi dan menjadikan saya objek dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan MK terakhir maupun pembentukan MKMK, saya telah mendengar jauh sebelum MKMK terbentuk," kata Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK.

Meski mengetahui ada upaya pembunuhan karakter terhadap dirinya, Anwar mengaku tetap berprasangka baik. Ia tetap menjalankan tugas sebagai Ketua MK dan membentuk MKMK.

"Namun meski setelah saya mendengar ada skenario untuk membunuh karakter saya, saya tetap berbaik sangka karena memang seharusnya begitulah cara dan karakter seorang Muslim berpikir," ungkapnya.

Membantah Miliki Konflik Kepentingan

Ketua MK Anwar Usman saat jumpa pers di kantor Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • MK

Anwar Usman membantah memiliki conflict of interest atau konflik kepentingan dalam menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menyinggung nama mantan Ketua MK Mahfud Md dan Jimly Asshiddiqie. "Dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, sebagai hakim karier, saya tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku di dalam memutus perkara dimaksud," kata Anwar dalam konferensi pers di kantor MK, Jakarta, Rabu, 8 November 2023.

"Terkait dengan isu konflik kepentingan (conflict of interest), sejak era kepemimpinan Prof Jimly, dalam Putusan Nomor 004/PUU-1/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, Putusan Nomor 5/PUU- IV/2006 yang membatalkan Pengawasan KY terhadap Hakim Konstitusi maupun Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, Putusan Nomor 49/PUU- IX/2011 di era Kepemimpinan Prof. Mahfud Md, Putusan Nomor 97/PUU- XI/2013, Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK di era Kepemimpinan Bapak Hamdan Zoelva, Putusan Perkara 53/PUU- XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era Kepemimpinan Prof Arief Hidayat. Selanjutnya Putusan Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87A karena norma tersebut menyangkut jabatan Ketua dan Wakil Ketua, dan ketika itu saya adalah Ketua MK, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung. Namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof Saldi Isra dalam Pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat," jelasnya.

Sebut Pengujian UU di MK Bersifat Umum (Publik)

Dia mengatakan perkara pengujian UU di MK adalah penanganan perkara yang bersifat umum (publik), bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi atau individual yang bersifat privat.

Ketua MK Anwar Usman saat jumpa pers di kantor Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • MK

Maka berdasarkan yurisprudensi dan norma hukum yang berlaku, ia bertanya apakah sebagai hakim konstitusi dan Ketua MK harus mengingkari putusan-putusan terdahulu, karena disebabkan adanya tekanan publik atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula? Atau harus mundur dari penanganan perkara 96/PUU-XVIII/2020, demi menyelamatkan diri sendiri.

"Sebagaimana saya jelaskan di atas, jika hal itu saya lakukan, maka sama halnya saya menghukum diri sendiri karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai hakim dalam memutus perkara. Bahkan, secara logis, sangat mudah bagi saya untuk sekadar menyelamatkan diri sendiri, dengan tidak ikut memutus perkara tersebut," ujar Anwar.

"Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," tambahnya.

Menyayangkan Sidang Kode Etik Majelis Kehormatan

Ketua MK Anwar Usman saat jumpa pers di kantor Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • MK

Ia juga menyayangkan sidang kode etik Majelis Kehormatan digelar secara terbuka. Menurutnya, sesuai dengan aturan MK, sidang seharusnya digelar tertutup.

"Saya menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan Peraturan MK dilakukan secara terbuka. Hal itu secara normatif tentu menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan dibentuknya MKMK yang ditujukan untuk menjaga keluhuran MK baik secara individual maupun institusional," paparnya.

Selain itu ia merasa difitnah dalam menangani perkara nomor 90 terkait batas usia cawapres.

"Fitah yang sangat keji dan tidak berdasar atas hukum dan fakta," katanya.

Dijatuhkan Saksi Gegara Pelanggaran Etik Berat

Sebelumnya, Anwar Usman dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK. Dia dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat.

Putusan tersebut terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, dan PADI.

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” ujar Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa, 7 November 2023.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya