Hakim "Curhat" Kesejahteraan Saat Sidang

Ilustrasi.
Sumber :
  • unisa.edu.au

VIVAnews - Ali Makki, ketua majelis hakim kasus dugaaan korupsi dana APBD di Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan terdakwa Rahmat Hidayat, 'curhat' tentang kesejahteraan hakim. Curhat disampaikannya saat sidang berlangsung.

Tabrak dan Hendak Rampas Mobil, 6 Debt Collector Sadis Ditangkap Polres Labusel

Keluh-kesah Ali Makki juga didengar empat tokoh Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) yang ikut hadir dalam persidangan tersebut. Hakim ini menceritakan kondisi penegakan hukum di daerah mengenai kesejahteraan para penegak hukum, terutama para hakim dan jaksa.

"Mumpung ada Bapak Tri (Trimedya Panjaitan), saya mau menyampaikan sejumlah hal terkait kesejahteraan penegak hukum di daerah," tutur Ali Makki di sela-sela memimpin sidang, Kamis 10 Februari 2011.

Dalam kesempatan itu, Ali Makki yang juga menjabat sebagai kepala Pengadilan Negeri (PN) Mataram, memaparkan tentang kondisi kesejahteraan para hakim di NTB.

Menurut dia, kesejahteraan hakim di NTB berbanding terbalik dengan kesejahteraan hakim di daerah lain, terutama di kota besar. Meskipun tergolong sebagai hakim senior, fasilitas yang diperolehnya masih minim.

"Rumah dinas yang kami tempati kondisinya jauh dibandingkan rumah yang ditempati kepala dinas, apalagi mau memperoleh pemeliharaan kesehatan. Kalau Bapak Tri mau lihat bagaimana kondisi hakim di daerah sesungguhnya, ayo saya antar ke Bima atau paling dekat di Praya, Lombok Tengah," ujar Ali Makki.

Tidak hanya itu, Ali juga berharap agar wakil rakyat yang duduk di DPR RI itu dapat memperjuangkan nasib para hakim di daerah, bukan saja di NTB.

Ali juga mencontohkan bagaimana hakim di daerah menjalankan tugas hingga malam tanpa jaminan asuransi. Sebagai penjabat di lingkungan PN Mataram dengan golongan IVc, Ali mengaku memperoleh gaji Rp6 juta. Pendapatan tersebut patut disyukuri meski dinilai belum sesuai ukuran kepangkatan yang diperolehnya.

"Karena itu, kepala dan jenggot saya putih, meskipun tampang saya muda," selorohnya.

Hal serupa juga disampaikan jaksa penuntut umum (JPU), Sugiyanta SH yang meminta agar pemerintah memberikan remunerasi bagi para jaksa di daerah.

Hingga kini, Sugiyanta hanya memperoleh tunjangan struktural Rp1.050.000 per bulan. Dia juga mencurahkan isi hatinya terkait pendapatannya yang tidak lebih dari Rp2 juta meski sudah 30 tahun menjalankan tugasnya sebagai jaksa di Pengadilan Tinggi (PT) NTB.

"Masak TNI/Polri dan hakim saja yang memperoleh remunerasi, sedangkan jaksa tidak. Itu salah satu penyebab penegakan hukum tersendat-sendat," ujarnya sambil melihat langsung ke arah tempat duduk empat penjabat yang hadir dalam sidang Rahmat Hidayat tersebut.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Puan Maharani menyatakan untuk memperjuangkan aspirasi yang disampaikan hakim dan jaksa di NTB. Dia mengaku prihatin dengan kondisi tersebut sehingga masalah itu cukup mendesak untuk diperjuangkan.

"Kita akan memperjuangkan aspirasi yang disampaikan tadi, tapi kita lihat dulu kewenangan masing-masing," tandasnya.

Seperti diketahui, empat tokoh PDIP hadir dalam persidangan kasus dugaan korupsi yang menjerat  Rahmat Hidayat, yang duduk di Komisi VII DPR RI. Mereka adalah anggota Komisi VI DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua Komisi VII Effendi MS Simbolon, anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan, dan Wakil Sekretaris Jenderal DPP DPIP Hasto Kristanto.

Laporan: Edy Gustan| Mataram, umi

Syuting Tak Berizin, Artis dan Kru Variety Show Pick Me Trip In Bali Diperiksa Imigrasi Ngurah Rai
Secret Ingredient Viu

Siap-Siap Baper, Nicholas Saputra Terjebak Cinta Segitiga dengan Aktris Filipina dan Aktor Korea

Berperan sebagai Chef Arif, Nicholas Saputra sedikit banyak juga harus mempelajari soal dunia dapur sebelum memulai syuting.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024