PPATK Siap Bantu Ungkap Aliran Dana Al Zaytun

Kompleks Pondok Pesantren Al Zaytun
Sumber :

VIVAnews - Masih menjadi perdebatan: apakah benar Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, adalah markas Negara Islam Indonesia (NII). Tak hanya itu, ada dua kontroversi lain soal pesantren yang dipimpin Panji Gumilang itu, soal dugaan beking pejabat dan dana miliaran rupiah miliknya.

Ditanya soal aliran dana, Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Hussein mengatakan, pihaknya belum menemukan dugaan aliran dana dari petinggi partai politik ke Al Zaytun. "Belum, belum," kata Yunus, di Istana Presiden, Jumat 6 Mei 2011

Dia mengatakan, sejauh ini belum ada laporan masuk ke PPATK terkait dugaan transaksi mencurigakan dari petinggi partai politik ke pondok pesantren pimpinan Panji Gumilang itu. "Belum ada," kata dia

Meski demikian, pihak PPATK belum akan menelusuri kemungkinan tersebut. Yunus beralasan, pihaknya masih menunggu penegak hukum dalam hal ini kepolisian mengambil tindakan. "Kalau polisi jalan kita bantulah," kata Yunus, yang juga anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia hukum itu

Sorotan soal dana NII sebelumnya dikaitkan dengan penjelasan Ketua PPATK Yunus Husein dalam  rapat dengar pendapat dengan Pansus Century Dewan Perwakilan Rakyat. Data PPATK menyebut, ada simpanan sangat besar, yaitu Rp46,2 miliar milik Abu Maarik di Century. Namun dia tak menjelaskan siapa Abu Maarik ini. Namun, diduga Abu Maarik adalah nama alias Panji Gumilang.

Untuk memastikan benar tidaknya duit itu milik NII, DPR berencana meminta keterangan dari PPATK. Jika perlu, Panji Gumilang dipanggil.

Soal nasabah bernama Abu Maarik, mantan karyawan Bank CIC – milik Robert Tantular cikal bakal Bank Century– punya cerita unik. Abu Maarik datang langsung ke Bank CIC, di Fatmawati, Jakarta Selatan tiap setengah atau sebulan sekali. Menyetorkan duitnya.

Tiap datang, ia membuat karyawan pusing. Bayangkan, mereka harus kerja ekstra menghitung recehan yang jumlahnya bisa mencapai Rp200 juta sekali setor. Tahun 1996 nilai itu sungguh besar. Dari Rp50 ribu, pecahan terbesar kala itu, sampai pecahan yang paling kecil. “Semuanya kucel,” kata sumber VIVAnews.com, Selasa siang.

Anehnya, Abu Maarik yang beralamat di Indramayu hanya mau dilayani dua orang: satu manajer bank dan Robert Tantular sendiri. Penasaran, sumber ini sempat bertanya apa bisnis Abu Maarik. Jawab dia,” usaha pengolahan sampah.” Di CIC, Abu Maarik menjadi nasabah kelas kakap dengan simpanan miliaran rupiah. (sj)

Niat Mulia Maarten Paes untuk Timnas Indonesia
Plt Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Chatarina Muliana.

Peserta UTBK Diimbau Waspada Penipuan Janji Kelulusan

Para peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dihimbau untuk tidak terjebak dalam bujukan untuk membeli kelulusan dengan membayar sejumlah uang.

img_title
VIVA.co.id
2 Mei 2024