Dewan Pers: Tak Perlu Kode Etik Khusus Online

Karyawan bekerja jarak jauh dengan komputer laptop
Sumber :
  • cv-library.co.uk

VIVAnews -- Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo mengatakan tidak perlu kode etik khusus media online. Menurutnya, wartawan media online juga mengacu pada kode etik yang sama bagi wartawan manapun.

"Yang perlu itu panduan penanganan media online di Dewan Pers," kata Agus saat Workshop Panduan Etik Media Online di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Jumat 29 Juli 2011.

Menurut dia, dari sejumlah pengaduan yang muncul sebagian besar menyoal akurasi dan konfirmasi. Menurut Agus, kedua soal itu sering dihadapkan dengan argumen media online butuh kecepatan. Sehingga, konfirmasi bisa di berita berikutnya.

Padahal, lanjut Agus, Dewan pers mengacu, konfirmasi harus pada berita yang sama. "Disiplin harus melekat pada berita, kecuali informatif saja," ujarnya.

Agus mencontohkan, berita ada ledakan di Utan Kayu, bersifat informatif, tidak perlu konfirmasi. Tapi, berita ledakan di Utan Kayu untuk Ulil (Ulil Abshar Abdalla ) karena dianggap agen zionis, membutuhkan konfirmasi. "Apakah konfirmasi bisa dinegasikan atas nama kecepatan," katanya. Sebab itu, "Perlu segera dirumuskan bagaimana duduk perkara konfirmasi di media online."

Menurut Agus, problem lain media online, bagaimana menyikapi berita yang salah. "Apakah dipertahankan atau dihapus saja," ujarnya. Menurutnya, ada praktisi media online berpandangan berita salah itu dibiarkan, agar publik tahu media pernah buat berita salah. Masalah muncul,  jika berita berisi fitnah.

"Sering dipersoalkan juga komentar berita. Dibawah berita yang ditulis media online ada komentar yang sering muncul komentar offside. Penuh kebun binatang," katanya.

Menurutnya, hal itu perlu diatur juga, apakah komentar diposting itu perlu otoritas jalur redaksi atau dibiarkan begitu saja. Sebab, komentar itu banyak anonim. "Sekarang hampir semua media menyediakan itu," katanya.

Praktisi media online, Redaktur Pelaksana VIVAnews, Wenseslaus Manggut mengungkapkan cepatnya arus informasi di social media membuat isu lebih cepat nongol di ruang publik. Dia mencontohkan, soal polemik Nazaruddin saat ini, redaksi sudah mendapatkan bahan, tetapi kurang konfirmasi dari pihak tertuduh.

"Bagaimana kita memperlakukan berita nongol di ruang publik, apakah perlu konfirmasi atau konfirmasi berikutnya," katanya.Menurutnya, Dewan Pers perlu memberi perhatian pula pada berita bersumber BBM atau SMS.

Soal komentar pembaca, menurutnya VIVAnews sudah mencoba membuat komentar itu harus memakai email lengkap untuk menghindari anonim. "Tapi, email itu orang juga mudah ngarang," katanya.

Masalah terkadang muncul di forum. "Nah, di forum itu sering ada anggota forum yang itu bukan bagian redaksi, memberikan link blognya. Dan link itu ada materi pornonya juga," katanya.

Sementara, Redaktur Detik, Didik Supriyanto mengatakan,  prinsip jurnalistik yang sering dipersoalkan akurasi dan keberimbangan. Menurutnya, soal akurasi tidak ada toleransi. Tetapi, terkadang ada kendala teknis di lapangan. (eh)

Jokowi Beri Tugas Baru ke Luhut Urus Sumber Daya Air Nasional
Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Bintoro di TKP Polisi Bunuh Diri

Polisi Periksa 13 Saksi Kasus Tewasnya Anggota Polresta Manado di Mampang Jakarta Selatan

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, mengaku saat ini pihaknya sudah melakukan pemeriksaan 13 orang atas tewasnya anggota Satlantas Polresta Manado.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024