- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Desak Menteri Hukum dan HAM merevisi moratorium remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana kasus korupsi dan tindak terorisme.
"Mengkaji kembali kebijakan ini, dalam rangka memperkuat bangsa ini memberantas KKN," kata Ketua Komisi III Benny K Harman di Jakarta, Kamis 8 Desember 2011.
Sementara Wakil Ketua Komisi Hukum Aziz Syamsudin mempertanyakan mengenai Surat Edaran Kementerian Hukum dan HAM tertanggal 31 Oktober 2011, sedangkan para terpidana korupsi bebas tanggal 30 Oktober 2011.
"Surat Keputusan tanggal 31 Oktober, sementara catatan kami ini (tahanan korupsi) bebas tanggal 30 Oktober, lewat 1 hari. Apa dasar hukum ini? Apa cuma berdasarkan surat edaran ini," kata Aziz.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai PPP, Ahmad Yani juga bersikukuh agar menkumham dapat membatalkan surat keputusan itu. "Apakah ada mekanisme itu untuk membatalkan itu? Saya kira solusinya tergantung menteri, tergantung mau jalan keluarnya? Kalau pak menteri nggak mau cari solusi kita mentok. Nggak ada gunanya rapat, kecuali pak menteri mau menimbang," kata Ahmad Yani.
Menanggapi hal ini, Menkumham Amir Syamsuddin mengatakan akan mempertimbangkan masukan dari DPR. "Saya setuju, mohon ini jangan diapandang bahwa saya tidak serius, tentu kami mengkaji dengan cara yang serius. Bagaimana kalau kajian ini dijadikan satu dengan menyempurnakan Undang-Undang, supaya rakyat bisa mengerti," kata Amir.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, menyatakan bahwa kebijakan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat tersebut adalah sebuah kesalahan.
"Saya katakan ini malpraktik administrasi. Jadi dalam rangka menutup kesalahan, dibuatlah keputusan menteri yang di tandatangani tanggal 16 November itu. Tapi kemudian di salinan keputusan menteri itu juga kacau," kata Nasir.
Sebab, lanjut dia, salinan keputusan menteri tersebut masih menggunakan dasar hukum PP 32/1999. Padahal PP 32/1999 sudah diganti dengan PP 28/2006.