Sumber :
- ANTARA/Sigid Kurniawan
VIVAnews -
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon menyatakan, kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih lemah. Dia prihatin karena pelaku
penyerbuan itu adalah oknum aparat.
"Ternyata para aparat sendirilah yang masih sering mempermainkan hukum," kata Fadli kepada
VIVAnews, Kamis malam 4 April 2013.
Fadli memperingatkan, kasus semacam ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap hukum. Apalagi jika tidak diselesaikan dengan adil. Efek lanjutannya, kata dia, publik pun akan mencontoh aparatnya untuk main hakim sendiri.
Untuk menghindari hal itu, para pelaku yang mempertanggungjawabkan kejahatan yang mereka perbuat. Apapun alasannya, eksekusi seperti yang dipraktikkan oknum Kopassus itu tidak dapat dibenarkan. "Ini harus jadi pelajaran bersama agar tidak terulang," imbuhnya.
Catatan hitam kekerasanaparat
Dia menilai, kasus penyerbuan lapas yang menewaskan 4 tahanan itu menambah panjang daftar hitam kekerasan aparat di Indonesia. Di tengah kepercayaan publik pada instansi negara yang tengah menurun, kata Fadli, "Fakta ini bisa membuat skeptisisme publik terhadap negara semakin bertambah."
Ke depan, dia menekankan perlu adanya penelitian mencari akar masalah, mengapa kekerasan kerap jadi jalan pintas menyelesaikan persoalan hukum. "Terutama ketika itu melibatkan oknum antar instansi negara."
TNI dan Polri, menurut dia, perlu banyak melakukan sinergi mengatasi praktik kekerasan yang dilakukan oleh oknum di instansi masing-masing.
Diberitakan sebelumnya, Tim Investigasi bentukan TNI mengungkapkan bahwa 11 oknum Kopassus dari Grup II Kartosuro, terlibat dalam penyerangan lapas, 23 Maret lalu. Baca selengkapnya hasil tim investigasi TNI di
Baca Juga :
Cerita Pilu Masa Lalu Mimi Peri: Bapak Meninggal di Gubuk hingga Tak Ada yang Bacakan Yasinan
Baca Juga :
Cemburu gegara Pacar Kerap Diajak Jalan, Pemuda di Kendari Ajak Teman Nekat Bakar Rumah Korban
"Ternyata para aparat sendirilah yang masih sering mempermainkan hukum," kata Fadli kepada
Fadli memperingatkan, kasus semacam ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap hukum. Apalagi jika tidak diselesaikan dengan adil. Efek lanjutannya, kata dia, publik pun akan mencontoh aparatnya untuk main hakim sendiri.
Untuk menghindari hal itu, para pelaku yang mempertanggungjawabkan kejahatan yang mereka perbuat. Apapun alasannya, eksekusi seperti yang dipraktikkan oknum Kopassus itu tidak dapat dibenarkan. "Ini harus jadi pelajaran bersama agar tidak terulang," imbuhnya.
Catatan hitam kekerasanaparat
Dia menilai, kasus penyerbuan lapas yang menewaskan 4 tahanan itu menambah panjang daftar hitam kekerasan aparat di Indonesia. Di tengah kepercayaan publik pada instansi negara yang tengah menurun, kata Fadli, "Fakta ini bisa membuat skeptisisme publik terhadap negara semakin bertambah."
Ke depan, dia menekankan perlu adanya penelitian mencari akar masalah, mengapa kekerasan kerap jadi jalan pintas menyelesaikan persoalan hukum. "Terutama ketika itu melibatkan oknum antar instansi negara."
TNI dan Polri, menurut dia, perlu banyak melakukan sinergi mengatasi praktik kekerasan yang dilakukan oleh oknum di instansi masing-masing.
Diberitakan sebelumnya, Tim Investigasi bentukan TNI mengungkapkan bahwa 11 oknum Kopassus dari Grup II Kartosuro, terlibat dalam penyerangan lapas, 23 Maret lalu. Baca selengkapnya hasil tim investigasi TNI di
Ketegangan Tiongkok dan Taiwan di Laut Cina, Jerman Kirim 2 Kapal Perang
Jerman mengirim dua kapal perang ke kawasan Indo-Pasifik, untuk memperkuat kehadiran militernya di tengah meningkatnya ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan.
VIVA.co.id
8 Mei 2024
Baca Juga :