"Pada Era Jimly Para Hakim MK Sangat Dekat dengan Malaikat"

Sidang Uji Materi UU Intelijen Negara
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews
- Komisioner Komisi Yudisial (KY) Taufiqurrahman Sahuri mengungkap perbedaan putusan Mahkamah Konstitusi di era Jimly Assidiqque, Mahfud MD dan Akil Mochtar.


Menurut dia, ketiga mantan ketua MK itu memiiliki perbedaan yang mencolok dalam setiap keputusan sengketa pemilihan kepala daerah. Misalnya saja, kata Taufiq, keputusan Jimly itu lebih kepada akademik, sementara Mahfud lebih progresif dan Akil bersifat politis.


Taufiq mengatakan, pada saat MK dipimpin oleh Jimly, kebanyakan kecurangan dilakukan oleh si pemohon. "Bisa dikatakan, pada era Jimly, para hakim MK sangat dekat dengan malaikat. Karena di setiap keputusan tidak ada yang protes meski ada yang kecewa," kata Taufiq dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 16 November 2013.
Hasto Sebut Banyak Pengurus PDIP Tolak Wacana Pertemuan Megawati dan Jokowi


Merawat Bodi Mobil dengan Produk-produk Premium Kini Mulai dari Rp500 Ribu Saja
Misalnya, kata Taufiq, ada kasus di Pilkada di mana salah satu pasangan menang padahal suara yang dia peroleh hanya 3.000 sementara pasangan lainnya 9.000.

BYD Minta Maaf Konsumen di Indonesia Belum Terima Unit, Ini Biang Keroknya

Ketika pasangan yang seharusnya menang menggugat ke MK, tapi pasangan yang mendapat suara 3.000 itu bekerjasama dengan KPU dan menambah satu angka di depan, menjadi 13.000 suara. Sehingga, MK memenangkan yang seharusnya memang menang.


Sementara, kata Taufiq, pada era Mahfud MD, keputusan-keputusan dalam pilkada lebih progresif. Sehingga banyak sekali terobosan-terobosan yang dilakukan oleh Mahfud.


Misalnya, kata dia, ada masyarakat yang tidak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT), tetapi Mahfud memperbolehkan masyarakat mencoblos dengan menunjukkan kartu keluarga. Selain itu, di daerah Maluku, ada satu pasangan yang menang mutlak tetapi keputusannya dibatalkan dan si pemenang tak boleh ikut pilkada ulang karena ternyata si pemenang itu adalah bekas terpidana.


Sementara, di era Akil Mochtar, pengambilan keputusannya lebih politis. Sehingga, kata dia, terjadi suap di sana-sini.


"Sehingga penurunan kepercayaan masyarakat sebenarnya terjadi karena dari internal hakim sendiri. Wibawa hakim runtuh," kata Taufiq.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya