Negara Dinilai Belum Lindungi Saksi

Ilustrasi sidang di pengadilan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Desakan revisi atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, terus bergulir. Kewenangan yang terbatas dari LPSK dan belum adanya sinkronisasi dan harmonisasi dari peraturan perundangan, menjadikan revisi tersebut mendesak dilakukan.


Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani, di Bengkulu, Selasa 24 Juni 2014, mengatakan, usulan revisi itu beranjak dari pengalaman atas implementasi UU nomor 13 tahun 2006. Dalam praktiknya, substansi hak saksi dan penguatan lembaga LPSK ternyata masih belum dijabarkan secara luas.


"Misalnya soal perlindungan terhadap
whistleblower
(pelapor) dan saksi pelaku yang mau bekerjasama atau
justice collaborator.
Saat ini belum terelaborasi dan memadai rumusan pasalnya," kata Lies di Bengkulu.


Akibatnya, upaya perlindungan hukum atas para saksi pelapor menjadi lemah. Sementara peran
Lolos Anggota DPR, Pesona Verrell Bramasta bak Pangeran Termuda di Parlemen
whistle blower
dan
Rusia Izinkan Foto Muslimah Berhijab untuk Paspor
justice collaborator
dalam membantu penegakan hukum dan HAM serta pemberantasan kejahatan terorganisir lainnya sangat penting.
Catat! Surat Tilang Kini Dikirim Polisi Lewat 5 Nomor WhatsApp Ini dan Bukan APK


"Imbasnya, penegakan hukum maupun penyelesaian berbagai tindakan kejahatan tidak berjalan maksimal," kata Lies.


Karena itu, ia berharap dengan telah dilakukannya pembahasan revisi tersebut di Komisi III DPR yang ditunjukkan dengan diperolehnya hasil pandangan 9 fraksi yang menyatakan pembahasan RUU Perubahan dilakukan pada masa persidangan IV DPR, dapat segera dituntaskan. Mengingat masa kerja DPR akan berakhir pada Oktober 2014.


"Kami perlu aturan-aturan yang lebih jelas dan lebih bisa menjangkau para saksi pelapor," kata Lies.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya