Fuad Amin Minta Persidangannya Dipindah ke PN Surabaya

Mantan Bupati dan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron, merasa keberatan perkaranya disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Alasannya, tidak memenuhi kompetensi relatif sesuai dengan KUHAP. Fuad menilai sidang lebih tepat dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya.

Selain itu, kuasa hukum Fuad, Rudy Alfonso mengemukakan bahwa sebagian besar saksi lebih banyak berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.

"Faktanya, dalam perkara a quo terdapat sebagian besar (sebanyak 313 orang saksi) yang berdiam dan berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya. Sebaliknya, hanya 5-6 orang saksi yang berdiam dan tinggal di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," kata Rudy, saat membacakan nota keberatan Fuad Amin, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 13 Mei 2015.

Menurut dia, perkara yang tetap disidangkan di Jakarta meski sebagian besar saksi berada di wilayah hukum Surabaya, bertentangan dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan.

Berdasarkan hal tersebut, ia menilai, sangat beralasan jika majelis hakim menyatakan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo.

Putusan Banding Fuad Amin Tak Konsisten, KPK Ajukan Kasasi

"Selanjutnya melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya," ujar Rudy.

Rudy juga merasa keberatan dengan dakwaan tindak pencucian yang ditetapkan jaksa kepada kliennya. Menurut dia, penyidik dan jaksa KPK tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan menuntut perkara tindak pidana pencucian uang yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.

Dia menyebut, instansi yang mempunyai kewenangan untuk penyidikan dan penuntutan terkait pencucian uang sebelum diundangkannya UU Nomor 8 Tahun 2010 tanggal 22 Oktober 2010 adalah penyidik Polri dan atau Kejaksaan Negeri.

"Dalam dakwaan ketiga, surat dakwaan JPU KPK tidak dapat diterima karena perbuatan terdakwa dilakukan sebelum diundangkannya UU 8 Tahun 2010, sehingga penyidik dan penuntut umum KPK belum berwenang untuk melakukan penyidikan dan penuntutan," ujar Rudy.

"Oleh karena itu, untuk dakwaan mengenai dugaan TPPU yang dilakukan terdakwa, penuntut umum pada KPK tidak berwenang untuk melakukan penuntutan," ucap dia.

Berdasarkan hal-hal tersebut, kuasa hukum Fuad memohon Majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan nota keberatan kliennya.

Fuad Amin Imron didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang. Bahkan, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Fuad telah melakukan pencucian uang pada kurun waktu tahun 2003-2010.

Jaksa mencatat total pencucian uang yang dilakukan oleh Fuad Amin mencapai puluhan miliar. Mereka menduga, harta Fuad berasal dari hasil tindak pidana korupsi, berkaitan dengan pelaksaaan tugas dan jabatan selaku Bupati Bangkalan dari bulan Maret 2003 sampai dengan September 2010.

Perbuatan Fuad merupakan tindak pidana pencucian uang yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Ini Pertimbangan Hakim Perberat Hukuman Fuad Amin
Terdakwa kasus suap jual beli gas alam Bangkalan Fuad Amin menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta

Fuad Amin Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin

Fuad terbukti melakukan korupsi, pencucian uang, dan menerima suap.

img_title
VIVA.co.id
29 Juli 2016