Pesona Fatmawati di Mata Bung Karno

Soekarno dan istrinya, Fatmawati.
Sumber :
  • Ist
VIVA.co.id
- Dalam buku biografi,
An Autobiography as Told to Cindy Adams,
Soekarno menceritakan tentang Fatmawati. Awalnya, Hassan Din bersama istri dan putrinya, Fatmawati, mencari tempat indekos di Bengkulu. Secara kebetulan usia anak gadis tersebut sepadan dengan Ratna Djuami, anak angkat Bung Karno.


Maka hari itu juga, Fatmawati langsung ditinggal pulang dan diserahkan pengawasannya kepada pasangan Bung Karno-Inggit. Pesona Fatmawati dilukiskan oleh Bung Karno.


"Rambutnya seperti sutera dibelah tengah dan menjurai ke belakang berjalin dua. Dengan senang hati aku menyambutnya sebagai anggota baru keluarga kami."

Sesudah beberapa waktu tinggal bersama, Bung Karno berkomentar,
"Aku senang terhadap Fatmawati. Kuajari dia bermain bulu tangkis. Ia berjalan-jalan denganku sepanjang tepi pantai yang berpasir, sementara alunan ombak berbuih putih memukul-mukul mata kaki."

Dalam perjalanan waktu, hubungan mereka semakin bertambah erat. Meskipun, menurut Bung Karno,
"Apa yang ditunjukkan Fatmawati kepadaku adalah sekadar pemujaan kepahlawanan. Umurku lebih 20 tahun dari padanya dan dia memanggilku Bapak.”

“Bagiku dia hanya seorang gadis yang menyenangkan, salah seorang dari anak-anak yang selalu mengelilingiku untuk menghilangkan kesepian yang mulai melarut dalam kehidupanku. Yang kuberikan kepadanya kasih sayang seorang bapak."

Walau disembunyikan, akhirnya Inggit menyadari terjadinya percikan bunga-bunga cinta.
"Aku merasa ada sebuah percintaan sedang menyala di rumah ini. Soekarno, jangan coba-coba menyembunyikan diri. Seseorang tidak bisa berbohong dengan sorot matanya."

Bung Karno masih mencoba berkilah,
"Jangan begitu. Dia itu tidak ubahnya seperti anakku sendiri."


Inggit mengingatkan,
"Menurut adat kita, perempuan tidak rapat kepada laki-laki. Kebiasaan anak gadis lebih rapat kepada si ibu, bukan kepada si bapak. Hati-hatilah, Engkau harus mendudukkan hal ini menurut cara yang pantas."

Bung Karno kemudian semakin sadar,
"Fatmawati sudah menjadi perempuan cantik. Umurnya sudah 17 tahun dan ada kabar akan segera dikawinkan. Usia istriku mendekati usia 53 tahun. Aku masih muda, kuat dan sedang berada pada usia utama dalam kehidupan. Aku ingin anak, istriku tidak dapat memberikan. Aku menginginkan kegembiraan hidup, Inggit tidak lagi memikirkan soal-soal demikian".

Menurut versi Bung Karno, dengan cara sopan dia sudah pernah mengajukan izin untuk bisa menikahi Fatmawati.


Dalam buku
Kuantar ke Gerbang,
karya Ramadhan KH berdasar wawancara dengan Inggit Garnasih, Bung Karno sambil menahan tangis bertanya,
"Bukankah aku bisa mengawininya, sementara kita tidak usah bercerai?"


"Oh, dicandung? Ari kudu dicandung mah, cadu. (Oh dimadu? Kalau harus dimadu, pantang aku),"
jawab Inggit sengit.
"Boleh saja kau kawin, tetapi ceraikan diriku lebih dulu."


Akhirnya Bung Karno menceraikan Inggit setelah Jepang menduduki Indonesia dan mereka berdua pulang ke Jawa.


Pada bulan Juni 1943, Bung Karno kawin dengan Fatmawati memakai cara nikah wakil, sebab mempelai putri masih tertinggal di Sumatera.
Pendongeng Indonesia Deklarasikan Hari Dongeng Nasional


Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia
Bulan November 1944, lahir putra pertama, Mohammad Guntur. Bung Karno langsung mengucapkan syukur,
"Aku tidak sanggup melukiskan kegembiraan yang diberikan kepadaku. Umurku sudah 43 tahun dan akhirnya, Tuhan Maha Pengasih mengkaruniai kami seorang anak."
Misteri Lukisan Bung Karno yang Bisa 'Bernapas'
BERSAMBUNG

Kelenteng Boen Bio

Kelenteng Ini Jadi Simbol Perlawanan Tionghoa Surabaya

Ini merupakan salah satu kelenteng tertua di Surabaya.

img_title
VIVA.co.id
2 Februari 2016