Pemimpin Tarekat Dorong Hasyim Muzadi Jadi Rais Am NU

Hasyim Muzadi
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id
Kisah Santri Surabaya Melawan Penjajah lewat Lagu
- Pemimpin tarekat Habib Luthfi Ali bin Yahya mendorong sekaligus mendukung Hasyim Muzadi untuk menjadi Rais Am (pemimpin tertinggi) Nahdlatul Ulama (NU) dalam muktamar organisasi massa Islam terbesar itu di Jombang, Jawa Timur, pada Agustus 2015.

Wantimpres: Densus Harus Tanggung Jawab Kematian Siyono

Habib Luthfi, yang juga pemimpin Jam’iyyah Ahlut Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdlyiiyah (Jatman), menilai sosok Hasyim Muzadi sebagai sosok yang tepat menjadi Rais Am di tengah berbagai tantangan yang dihadapi sekarang. Katanya, NU memerlukan tokoh yang bersedia dan memiliki kemampuan mengurusi organisasi yang didirikan Hasyim Asy'ari itu.
Hasyim Muzadi: LGBT Menyimpang, tapi Wajib Disantuni


“Semoga Allah menginzinkan Pak Kiai Hasyim untuk menjadi Rais Am,” kata Habib Luthfi dalam Silaturrahim Nasional Ulama Thoriqoh di Pesantren Al-Hikam, Depok, Jawa Barat, pada Jumat, 12 Juni 2015.

Dikutip dari siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Habib Luthfi menyatakan bahwa dukungan itu adalah hasil rekomendasi Silaturrahim Nasional Ulama Thoriqoh yang turut ditandatangani seluruh pengurus pusat Jatman.

Hasyim Muzadi yang kini menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden menanggapi diplomatis dukungan itu. “Kalau ada pandangan ulama tarekat atau pihak lain yang mendukung, maka itu saya kembalikan kepada Allah, dan terserah kepada peserta Muktamar nanti. Itu ujungnya, kan, kembali pada kersone (kehendak) Gusti Allah,” katanya.

Hasyim menegaskan bahwa dia tetap berkomitmen untuk mengabdi kepada NU, menjadi pengurus atau kader biasa. “Saya ini jadi pengurus atau tidak, ya, tetap akan ngurusi NU."

"Hanya saja," dia menambahkan, "Saya ini ingin NU itu baik dan tidak rela kalau NU dirusak dan dilemahkan, baik secara organisasi, pemikiran maupun akidah, karena NU merupakan warisan ulama dan pilar utama kehidupan berbangsa dan beragama.”

Polemik

Muktamar ke-33 NU digelar di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015. Belakangan muncul polemik tentang metode pemilihan Rais Am. Sebagian kalangan menginginkan Rais Am ditentukan melalui metode ahlul halli wal aqdi atau musyawarah mufakat para ulama senior. Sebagian yang lain menghendaki metode pemilihan atau pemungutan suara oleh seluruh peserta Muktamar yang merupakan utusan pengurus NU di daerah-daerah.

Kalangan yang mendukung metode ahlul halli wal aqdi berargumentasi bahwa Rais Aam adalah posisi paling tinggi dan menentukan arah kebijakan NU. Posisi itu pun membawahi Ketua Umum sebagai eksekutif dalam struktur organisasi NU. Maka Rais Am harus ditentukan oleh para kiai senior atau kiai khos yang dianggap memiliki kapasitas keilmuan mendalam.

Kalangan pendukung pemilihan langsung berpendapat bahwa Rais Aam memerlukan legitimasi yang kokoh. Maka dia harus didukung dan dipilih langsung oleh para pimpinan daerah NU dari tingkat kabupaten/kota dan provinsi se-Indonesia.

Metode ahlul halli wal aqdi pun dinilai tak sesuai dengan nafas atau semangat NU. Lagi pula, sejak NU didirikan pada 1926, Rais Aam selalu dipilih secara langsung oleh para peserta Muktamar. Metode ahlul halli wal aqdi dipakai hanya sekali dalam Muktamar di Situbondo, Jawa Timur, pada 1984. Itu pun karena dalam kondisi sangat genting di bawah tekanan rezim penguasa Orde Baru.
NU: Potensi Konflik Tanjungbalai Sudah Lama, Telat Dicegah

NU: Potensi Konflik Tanjungbalai Sudah Lama, Telat Dicegah

Kerusuhan itu sebagai akibat akumulasi kekecewaan.

img_title
VIVA.co.id
1 Agustus 2016