- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dahlan Iskan, mengaku bahwa proyek pembangunan 21 gardu Induk (GI) wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun 2011-2013 yang berjalan tahun jamak atau multiyears merupakan gagasannya.
Menurut Dahlan, pembangunan mega proyek senilai Rp1,063 triliun tersebut tidak mungkin dia selesaikan dalam waktu satu tahun, mengingat pengadaan tanah di daerah-daerah cukup menyulitkan.
Oleh sebab itu, Dahlan mengusulkan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kala itu dijabat Darwin Zahedy Saleh pada Februari 2011 lalu, agar proyek ini jadi multiyears. Karena saat itu PLN kesulitan dalam pengadaan tanah.
"Maka pada Agustus dia memberikan sejumlah data tambahan guna memperkuat usulan pada Februari lalu ke Menteri ESDM. Dari ESDM, usulan tersebut diteruskan ke Kementerian Keuangan," ujar pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra di Kejati DKI Jakarta, Selasa 16 Juni 2015.
Namun, usulan itu bertabrakan dengan peraturan Kemenkeu yang pada prinsipnya menjelaskan tidak diperbolehkan adanya proyek multiyears.
Tapi kenyataannya, untuk proyek pembangunan gardu listrik ini, Yusril mengklaim kalau pembangunannya harus dilakukan dengan sistem multiyears.
Keputusan itu akhirnya tetap disetujui Menteri ESDM meskipun jabatan Dirut PLN sudah bukan lagi dijabat Dahlan yang sejak 20 Oktober 2011 digantikan oleh Nur Pamudji.
Menurut Yusril, sebagai Dirut PLN saat itu, kliennya hanya sebatas sebagai pengusul agar proyek pembangunan 21 gardu listrik dilakukan dengan sistem multiyears.
"Keputusan Menkeu tentang multiyears diizinkan ESDM, disetujui atau tidak itu terjadi pada saat Pak Dahlan sudah tidak lagi menjabat sebagai Dirut PLN," ujar Yusril.
Dahlan Iskan hingga kini masih menjalani pemeriksaan di Kejati DKI.
Mantan Menteri BUMN ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek pembangunan 21 Gardu Induk (GI) Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013. Dalam proyek ini, Dahlan bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Atas kasus ini, negara ditaksir menelanĀ kerugian sebesar Rp33 miliar. Dahlan diduga melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ase)
Laporan: Diantywinda