Suka Duka Kehidupan Penjaga Perlintasan Tak Berpalang

Penjaga perlintasan kereta tanpa palang.
Sumber :
  • VIVA/Adib Ahsani (Madiun)

VIVA.co.id - Teriknya matahari menyengat kepala Samsuri, yang berdiri di samping perlintasan kereta api tanpa palang pintu. Tiba-tiba, Samsuri buru-buru memakai topi dan meniup peluit kencang-kencang. Tangannya memberi tanda agar semua kendaraan berhenti, karena kereta api akan segera lewat.

Komisi V Berkomitmen Percepat Infrastruktur Sintang, Kalbar

“Ya begini mas kalau ada kereta, buru-buru saya peringatkan pengguna jalan. Kasihan kalau tertabrak kereta,” ujar Samsuri kepada VIVA.co.id, Minggu 12 Juli 2015.

Samsuri lalu bercerita, kalau perlintasan di desa Wonoasri, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, yang merupakan jalan alternatif menuju kota Madiun, dulu sering memakan korban. Pengguna jalan tertabrak kereta api. “Sering sekali, karena tidak ada yang menunggu di perlintasan ini,” katanya.

Unik, Jembatan Rel Kereta Ini Hanya Ada di Australia

Namun, sejak 10 tahun terakhir, peristiwa tersebut sudah tidak pernah lagi terjadi. “Lalu lintasnya lumayan ramai, tetapi tidak ada yang menunggu. Akhirnya Pak Muri (salah satu warga) punya inisiatif menjaga perlintasan tanpa palang pintu ini,” kata Samsuri.

Sepuluh tahun lalu, delapan orang menyatakan kesediaan mereka untuk menunggu perlintasan kereta api ini. Lalu dibuat jadwal. Satu orang bekerja empat jam.

Jokowi Keluhkan Minimnya Pengembangan Infrastruktur RI

"Seperti saya sekarang ini, mulai jam 1 siang sampai jam 5 sore,” ujar pria berusia 35 tahun itu.

Dalam satu hari, ada enam orang yang berjaga, bergantian. Sementara dua orang lainnya bebas tugas. “Tetapi ada yang hanya minta jam kerja dua jam sama, karena sudah tua,” lanjutnya.

Selanjutnya...mengandalkan pemberian...

Bagi Samsuri, bekerja menunggu perlintasan kereta api adalah berdasarkan rasa kemanusiaan. Tidak ada satu pun yang menggaji mereka, bahkan pemerintah desa sekalipun. Mereka hanya mengandalkan pemberian dari pengguna jalan yang melintas setiap harinya di lokasi tersebut.

Lambat laun, pengguna jalan yang merasa diuntungkan dengan jasa Samsuri dan teman-temannya mulai banyak yang memberi uang. “Ya Rp500 pun kami terima. Mereka ikhlas memberi, kami tidak pernah meminta,” ujar Samsuri.

Berdiri berjam-jam di terik matahari di pinggir rel memang bukan pekerjaan yang mudah. Hal itu membuat Samsuri tidak bisa lengkap menunaikan ibadah puasa. Sesekali ia berteduh sembari meneguk air, membasahi kerongkongannya yang kering. “Tidak kuat mas, bisa pingsan kalau puasa,” tambahnya sambil tersenyum.

Uang pemberian pengguna jalan, dalam sehari lalu dikumpulkan. “Kalau saya, sehari dapat bagian Rp60 ribu, meskipun yang saya kumpulkan dari pengguna jalan bisa lebih dari itu. Ini kesepakatan sesama penjaga perlintasan ini,” kata ayah yang memiliki dua anak tersebut.

Jika nanti Undang-Undang No 23 Tahun 2007 diterapkan di perlintasan ini, besar kemungkinan Samsuri akan kehilangan mata pencaharian.

“Aturannya memang, semua perlintasan kereta api dihilangkan. Harus memakai flyover atau underpass,” kata Kasie Pengujian Jalur dan Bangunan Kereta Api, Dirprasarana Perkeretapian Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Hari W Wiyono.

Menurut Hari, Kementerian Dalam Negeri menandatangani Memorandum of Undertanding (MoU) dengan Kementerian Perhubungan untuk mengelola anggaran Pemerintah Daerah melalui Kementerian Dalam Negeri.

“Penggunaannya untuk membangun underpass maupun flyover itu. Perlintasan kereta api yang resmi saja akan dihilangkan, apalagi yang tidak berpalang pintu maupun yang liar,” jelas Hari.

Namun, selagi peratuan itu belum diterapkan, jasa penungu perlintasan seperti Samsuri ini masih sangat dibutuhkan, mengingat jumlah perlintasan kereta api yang dijaga dan yang tidak dijaga atau terpaut jauh jumlahnya.

Di Daop VII Madiun, jumlah perlintasan kereta api sekitar 270 perlintasan. “Yang dijaga baru 60-an,” kata Kepala Humas Daop VII Madiun, Eko Budianto. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya