Peternak Sulit Cari Rumput Bersih akibat Abu Erupsi Raung

Gunung Raung
Sumber :
  • ANTARA/Zabur Karuru
VIVA.co.id – Gunung Raung terus mengeluarkan asap tebal yang membumbung hingga ketinggian 2.000 meter di atas kaldera sejak Kamis pagi, 16 Juli 2015. Asap terus membumbung hinga siang dan terbawa angin ke arah barat dan barat laut dan membawa abu hingga ke beberapa wilayah di Kabupaten Jember.
Dukono Erupsi, Penutupan Bandara Gamarmalamo Diperpanjang

Burhan Alethea, petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Raung, menjelaskan asap yang tebal disertai suara gemuruh cukup keras hingga ke Kecamatan Ledokombo di Kabupaten Jember.
Erupsi Gamalama Mereda, Bandara di Ternate Mulai Beroperasi

Sedangkan abunya dirasakan muncul di Kecamatan Sumberjambe dan Kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Tiga kecamatan itu masuk dalam peta terdampak letusan Gunung Raung. 
Warga Diimbau Waspada Lahar Dingin Gunung Gamalama

Seperti sebelumnya, ketingian asap diikuti melemahnya tremor dominan yang terpantau dengan amplitudo 22 milimeter. Kondisisi itu semakin turun jika dibandingkan pada angka dominan ketika Raung naik status sejak 29 Juni 2015, pada amplitudo 28 mm.

“Status masih siaga, peningkatan ketinggian asap tidak meningkatkan tanda yang lain,” kata Burhan Alethea pada Kamis. 

Warga di sekitar Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso, mengaku masih menerima abu vulkanik Raung hari ini. Warga yang merumput dalam jumlah banyak untuk antisipasi Lebaran esok, mengaku kesulitan mencari rumput bersih bagi pakan ternak mereka. Rumput harus dicuci lebih dahulu sebelum diberikan pada ternak.

“Mau Lebaran, tetapi setiap pagi dan sore masih sering hujan abu. Harus agak jauh mencari rumputnya, cari yang tidak banyak tertutup abu,” kata Halimah, warga Desa Curah Macan, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso.

Halimah membutuhkan rumput untuk pakan dua ekor kambing dan satu sapi miliknya. Di sesa itu, hampir sebagian besar warga memiliki ternak dan membutuhkan dedaunan dan rumput sebagai sumber pakan.

Akibat kesulitan mencari rumput dan dedaunan, peternak akhirnya membeli daun jagung dari penjual di desa lain sebagai pengganti rumput dan daun. Mereka harus membeli daun jagung seharga Rp10 ribu hingga Rp15 ribu per ikat.

“Jadi, harus beli sampai tiga ikat. Abunya sebenarnya bisa dicuci (dibilas), tetapi air di sini juga sulit," katanya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya