Sumber :
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id -
Istana Negara masih belum mau menjelaskan lebih rinci terkait permintaan maaf terhadap korban pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, memilih irit bicara saat disinggung soal itu.
"Saya belum bisa berani komentar yang saya belum bicara detail," kata Luhut di Istana Negera Jakarta, Jumat, 21 Agustus 2015.
Begitu juga dengan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, yang memilih tidak memberikan komentar soal ini. Pramono langsung bergegas masuk ke Kantor Kepresidenan, saat disinggung perihal tersebut.
Saat ini masih dikaji, seperti apa model permintaan maaf oleh pemerintah. Jalur non yudisial ini diambil, sebab pemerintah mengaku sulit untuk menuntaskan kasus-kasus yang sudah terjadi puluhan tahun lalu tersebut.
Desakan agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres), sebagai payung hukum adanya rekonsiliasi dengan kasus HAM masa lalu ini, menurut Luhut juga terlalu dini untuk diangkat.
"Aduh masih terlalu dini," kata Luhut.
Perpres diminta Jaksa Agung HM Prasetyo, mengingat Undang-undang Nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga :
Pemerintah Janji Tuntaskan Kasus HAM di Papua
Baca Juga :
Istri Bantah Rumor Widji Thukul Rakit Bom
Beberapa kasus yang akan segera ditangani adalah peristiwa Talangsari, Tanjung Priok, penculikan aktivis 1997/1998, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi, penembakan misterius (Petrus) dan para keluarga korban pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Halaman Selanjutnya
Beberapa kasus yang akan segera ditangani adalah peristiwa Talangsari, Tanjung Priok, penculikan aktivis 1997/1998, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi, penembakan misterius (Petrus) dan para keluarga korban pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.