Laporkan Dugaan Korupsi Kemenag, PNS Ini Dipecat

Amin Tohari.
Sumber :
  • Dok: Amin Tohari

VIVA.co.id - Amin Tohari , pria berusia 45 tahun warga Kota Surabaya, melaporkan dugaan korupsi penginapan santri yang dibangun di sekitar kantor Kanwil Kemenag Jawa Timur di Jalan Juanda Surabaya.

100 Ribu Siswa Ditargetkan Daftar Perguruan Tinggi Islam

Gedung yang menelan anggaran sekitar Rp20 miliar itu dibangun pada 2013 dan diserahterimakan di awal 2014, dengan kondisi yang tak layak pakai. Amin, yang melaporkan dugaan korupsi pengadaan bangunan tersebut, diberhentikan dari pekerjaannya sebagai Kepala Bagian Tata Usaha di Kemenag Kota Pasuruan.

“Saya diberhentikan per 17 Oktober 2014, dengan alasan telah menyebar pesan singkat dan pengaduan fitnah. Surat pemberhentian saya ditandatangani Menteri Agama Lukman Hakim, tepat di akhir pergantian pemerintah SBY dan Jokowi,” kata Amin Tohari kepada VIVA.co.id, Kamis 10 September 2015.

DPR Desak Menag Perbaiki Penyelenggaraan Ibadah Haji

Kasus yang menyebabkan dirinya dipecat dari pekerjaan yang dilakoni selama 15 tahun terakhir itu bermula dari kejanggalan yang sering dilihatnya ketika berkunjung ke Kementerian Agama Kanwil Jawa Timur di Jalan Juanda, Surabaya.

Pada 2013, ada dua bangunan baru Kemenag yang segera dirampungkan, yaitu penginapan santri. Gedung A berlantai tiga dan gedung B berlantai dua. Amin menyebut, banyak kejanggalan yang bisa dilihat kasat mata, mulai dari keramik yang rusak, dinding yang retak hingga cat yang mengelupas di sana-sini.

Cegah Korupsi Sistem Pendidikan Agama, Menag Gandeng KPK

Sementara gedung itu baru seumur jagung dan belum pernah difungsikan.“Gedung dibangun September 2013. Pada Januari 2014, gedung itu diserahterimakan dalam kondisi fisik yang miris,” kata Amin.

Selanjutnya, untuk melakukan penyelidikan dugaan bangunan yang tidak sesuai peruntukan dan rancangan awal, Amin menyebut, ada lembaga independen dari Universitas Brawijaya Malang yang melakukan penelitian tentang kondisi fisik gedung itu.

“Hasilnya, tim itu melaporan, bahwa gedung tidak layak digunakan. Gedung mangkrak sampai sekarang. Laporan itu diperlukan kejaksaan dalam proses penyelidikan,” ujar alumnus Universitas Islam Malang (UNISMA) Itu.

Dari penyelidikan, kemudian ditemukan unsur kerugian negara total senilai Rp2,2 miliar.

Keresahan tentang bangunan gedung yang memprihatinkan itu  berujung pada perkenalan dengan Suhaji, yang bertugas di bagian Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Kemenag Kanwil Jawa Timur.

Suhaji mengaku galau, lantaran banyak kejanggalan dalam dokumen pembangunan gedung tersebut, sementara beberapa petugas PPHP lain sudah meneken paraf.

Suhaji tetap enggan meneken, lantaran banyak kejanggalan yang tak tuntas. Dua pegawai Kemenag ini kemudian berniat melaporkan hal itu kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) di Surabaya.

“Kami akhirnya lapor, karena sudah sangat muak. Ada banyak kejanggalan, tetapi tak pernah membuat inspektorat turun tangan. Laporan pertama kami buat pada April 2014,” kata Suhaji.

Namun laporan tersebut tak semulus perkiraanya. Dua pekerja itu kemudian melapor ulang pada Agustus 2014. Di upaya berikutnya itu, baru terlihat langkah Kejati untuk mengusut kasus, yang akhirnya menetapkan lima tersangka.

Seorang tersangka adalat petugas PPATK di Kanwil Kemenag, dua tersangka adalah rekanan pemborong dan dua tersangka lain adalah konsultan pengawas. Tiga tersangka ditahan, sementara dua konsultan pengawas tidak ditahan.

“Saya menduga skenarionya dua konsultan ini akan dibebaskan, karena mereka adalah benang merah semua penyelewengan ini,” ujar Amin.

Meskipun tak sesuai yang diharapkan, Amin mengaku puas, langkahnya direspon oleh Kejati. Sebab, ada beberapa laporan kejanggalan lain yang pernah dibuatnya, namun tak pernah tuntas diusut.

Sayangnya, Amin harus merasakan getah dari kejujurannya. Surat keputusan pemberhentian dikeluarkan untuk mengakhiri tugasnya di Kemenag Kota Pasuruan. Sedangkan rekannya, Suhaji, bernasib lebih baik, dimutasi ke Kemenag Sidoarjo.

“Ini sudah risiko perjuangan. Saya berharap, kasus dugaan korupsi ini tuntas diusut, dengan hukuman yang setimpal bagi pelakunya,” ujar Amin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya