Ketika Bung Karno Utang Duit ke Ajudan

Kisah Bung Karno
Sumber :
  • VIVA.co.id / Dody Handoko

VIVA.co.id - Meski sebagai Presiden RI pertama, ternyata Bung Karno tidak bergelimang harta-benda apalagi uang. Di balik nama besarnya, kehidupan Bung Karno sederhana dan jujur. Kisah tentang Bung Karno yang jarang punya uang itu diceritakan di buku Total Bung Karno karya Roso Daras.

Suatu hari TD Pardede, pengusaha terkenal asal Medan yang dekat dengan Bung Karno dipanggil mendadak ke Jakarta. Setelah berbincang-bincang bersama menteri lainnya, Presiden Republik Indonesia itu mengajak TD Pardede ke pojok ruangan.

“Pardede, bisa kau pinjamkan aku uang?“ Pardede pun gelagapan karena langsung ditodong oleh penguasa negeri.

TD Pardede sejurus kemudian merogoh saku saku jasnya dan memberikan seribu dolar dari kantongnya. Namun Bung Karno hanya mengambil secukupnya dan mengembalikan sisanya kepada Pardede.

Cerita lainnya, ajudan terakhir Bung Karno adalah Putu Sugianitri, mantan polisi wanita yang setelah Bung Karno tidak menjabat lagi, harus pensiun tanpa kejelasan. Suatu saat setelah tidak menjadi presiden, Bung Karno berjalan-jalan keliling kota dan tiba-tiba ingin buah rambutan.

”Tri, beli rambutan.“ ”Uangnya mana?” tanya si polwan asal Bali itu. ”Sing ngelah pis” kata Bung Karno dalam bahasa Bali yang artinya "Saya tak punya uang." Jadilah sang ajudan memakai uang pribadinya untuk mantan presiden yang tidak memiliki uang.

Diceritakan pula, saat Ali Sadikin menjabat Menko Maritim, ia pernah ditanya oleh Bung Karno apakah ia bisa membantu bisnis mertuanya yang berkaitan dengan perizinan pelabuhan. Setelah dipelajari, Ali Sadikin mengatakan tidak bisa. Peraturan mengatakan demikian.

"Ya sudah, kalau tidak bisa" kata Bung Karno.

Bang Ali berpikir, luar biasa ini manusia. Padahal sebagai presiden ia bisa memaksakan memberi perintah. Yang mengagumkan Bung Karno selanjutnya tidak pernah dendam, bahkan kelak mengangkat Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta.

Kisah Bung Karno Kelabui Jepang Lewat Pidato

Selanjutnya>>> Ogah bawa harta benda dari istana...

Ogah bawa harta benda dari istana

Saat mendapat surat dari Soeharto, bahwa Bung Karno harus meninggalkan Istana Merdeka sebelum tanggal 16 Agustus 1967. Maka teman teman Bung Karno yang mengetahui rencana itu segera menawarkan dan menyediakan enam rumah untuk tempat tinggal dirinya bersama putra-putri Bung Karno.

Mendengar hal itu Bung Karno seketika marah, bahwa ia tidak menghendaki rumah-rumah itu. Ia menginginkan semua anak-anaknya pindah ke rumah Ibu Fatmawati.

“Semua anak-anak kalau meninggalkan Istana tidak boleh membawa apa-apa, kecuali buku-buku pelajaran, perhiasan sendiri dan pakaian sendiri. Barang barang lain seperti radio, televisi dan lain-lain tidak boleh dibawa!“ demikian Bung Karno memerintahkan.

Guntur (putra tertua) setelah mendengar penjelasan itu merasa kecewa, karena ia sudah terlanjur menggulung kabel antena TV yang akhirnya tidak boleh dibawa pergi. Sementara Ibu Fatmawati mengeluh karena kamar di rumahnya tidak cukup.

Tak berapa lama datang truk dari polisi yang membawa empat tempat tidur dari kayu yang bersusun, dengan kasur dan bantalnya tapi tanpa seprei dan sarung bantal. Juga beras enam karung.

“Anak-anakku semua disuruh tidur di tempat tidur susun dari kayu, tanpa seprei dan sarung bantal.“ Konon Ibu Fatmawati, marah-marah kepada utusan yang membawa perlengkapan itu.

Ini Alasan Bung Karno Pilih Ali Sadikin

Bung Karno keluar dari istana dengan mengenakan kaos oblong cap cabe dan celana piyama warna krem. Baju piyamanya disampirkan ke pundak, dan ia memakai sandal merek Bata yang sudah usang.

Tangan kanannya memegang kertas koran yang digulung, berisi bendera pusaka merah-putih. Bendera yang dijahit oleh istrinya sendiri, Fatmawati, ketika masa proklamasi kemerdekaan.

Tak ada vooridjer, pengawalan, atau penghormatan ketika meninggalkan Istana Merdeka. Ia meninggalkan istana dengan mobil VW kodok yang dikendarai seorang sopir asal kepolisian.

Salah seorang anggota kawal pribadinya membawakan ovaltine, minuman air jeruk, air teh, air putih, kue-kue serta obat obatan Bung Karno.

Itulah seluruh harta yang dimiliki Bung Karno ketika meninggalkan Istana. Selebihnya ditinggalkan. Selama menjabat Presiden, ia tidak pernah memiliki rumah sendiri. Ia adalah presiden termiskin yang pernah ada.

Selanjutnya>>> Cari utangan saat putrinya menikah...

Kisah Bung Karno Menolak Diselundupkan



Soekarno tak punya uang simpanan di akhir hidupnya. Ketika salah seorang putrinya hendak menikah, Soekarno tak punya uang. Dengan malu dan terpaksa, dia meminta bantuan salah seorang istrinya, Yurike Sanger, untuk mencarikan utangan Rp2 juta.

Dengan pengawalan ketat, Soekarno menemui Yurike. Wanita itu menangis melihat Soekarno. Tak ada lagi kegagahan yang dulu tampak. Sosok Soekarno terlihat tua dan renta karena tekanan batin.

"Mas tak ingin diberi stempel sebagai bapak yang gagal. Yang jadi persoalan utama, Mas tidak punya uang. Hidupku selama ini sama sekali untuk bangsa dan negara, sama sekali untuk kepentingan nasional," beber Soekarno dengan getir.

Untungnya beberapa hari kemudian Yurike bisa mendapatkan uang itu. Dia mendapat pinjaman lunak dari seorang pengusaha.

Hal itu diceritakan Yurike Sanger dalam memoarnya yang ditulis Kadjat Adra'i dan diterbitkan Komunitas Bambu.

Anak-anak Bung Karno pun terkena getahnya. Mereka tidak pernah mewarisi harta Bung Karno yang berlebihan. Mereka juga harus bekerja untuk nenopang hidupnya. Guntur dipaksa berhenti sekolah, dan bekerja membantu ibunya. Mega, Rachma, Sukma hidup bersama suaminya.

Mereka masih sering berkumpul di rumah ibunya, di Jl. Sriwijaya 26, Jakarta Selatan. Kehidupan Fatmawati sendiri jauh dari kemewahan, sekalipun ia janda presiden, mantan first lady negara ini.

Dan ini cerita nyata. Menggambarkan betapa sederhananya keluarga mendiang Bung Karno. Manakala hujan turun deras, air masuk karena atap yang bocor.

Beberapa bagian langit-langit rumahnya bahkan tampak rapuh dan rusak. Sebagai janda presiden, Fatmawati tidak menerima tunjangan barang sepeser. Ia, baru menerima tunjangan resmi pada Juni 1979, sembilan tahun setelah kematian Sukarno!

Lebih ironi ketika tahun 1972, rumah di Jalan Sriwijaya harus ditinggalkan karena tak kuat menanggung biaya perawatan rutin. Fatma mengontrakan rumah itu. Rumah yang telah menemaninya dalam kesedihan dan kesepiannya. Uang kontrakan dipakai antara lain membiayai Guruh kuliah di Belanda.

Fatma sendiri hidup bersama ibunya, Khadijah di Jalan Cilandak V, Jakarta Selatan, tak jauh dari lokasi yang sekarang terkenal dengan Rumah Sakit Fatmawati. Namun saat itu, jalan menuju rumahnya sempit dan berlumpur.

Guruh Soekarnoputra

Pejabat Hingga Artis Hadiri Ulang Tahun Guruh Soekarnoputra

Guruh hari ini menginjak usia ke-63 tahun.

img_title
VIVA.co.id
13 Januari 2016