KPK Beberkan Bukti Penetapan RJ Lino Tersangka

Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Mantan Wakil Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, Indriyanto Seno Adji, meyakini KPK dapat mematahkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh eks Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino. Indriyanto merupakan salah satu pimpinan KPK yang turut menetapkan Lino sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan 3 unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.

Hattrick, La Nyalla Kalahkan Kejati di Praperadilan

Indriyanto menegaskan bahwa KPK telah mempunyai alat bukti yang cukup sebagai modal untuk menjawab dalil-dalil yang diajukan Lino dalam gugatannya.

"Sehingga dapat mematahkan keberatan RJ Lino," kata Indriyanto dalam pesan singkatnya kepada VlVA.co.id, Rabu 20 Januari 2016.

Praperadilan Kasus Sumber Waras, BPK Tegas Negara Dirugikan

Pada persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda jawaban atas gugatan Lino, KPK yang dipimpin langsung Kepala Biro Hukum memaparkan sejumlah hal. Termasuk memaparkan bukti dalam menetapkan Lino sebagai tersangka.

Pertama, RJ Lino disebut pernah memerintahkan mengubah spesifikasi QCC yang dibutuhkan dari single lift ke twin lift. Lino selaku Direktur Utama yang sejak awal mengundang HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Co.Ltd) dengan memerintahkan dan mengkondisikan penunjukan langsung HDHM, melalui instruksi/disposisi Lino yang dituliskan secara langsung dengan kata-kata "Go For Twinlift" pada Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik (Ferialdy Noernal) Nomor : PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010.

ICJR Desak Pemerintah Bikin Hukum Acara Praperadilan

Kedua, Lino juga disebut pernah memerintahkan dan melakukan intervensi kepada Panitia Pengadaan Barang dan Jasa untuk menunjuk langsung HDHM. Padahal, HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Hal tersebut dilakukan dengan cara memerintahkan Ferialdy Noerlan untuk menunjuk HDHM sebagaimana disposisi Lino.

Perintah Lino itu tercantum dalam Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik Nomor : PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010. Ferialdy kemudian melaporkan kepada Lino selaku Direktur Utama melalui Nota Dinas perihal Tindak Lanjut Pengadaan QCC tanggal 25 Maret 2010 dan R.J . Lino selaku Direktur Utama memberikan disposisi dengan kata-kata "Selesaikan proses penunjukan HDHM".

Ketiga, Lino juga memerintahkan mengubah peraturan pengadaan barang dan jasa PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Tujuannya agar dapat menunjuk langsung HDHM. Hal tersebut dilakukan Lino antara lain dengan memerintahkan Kepala Biro Pengadaan untuk mengubah peraturan pengadaan agar dapat mengakomodir pabrikan luar negeri sebagai peserta lelang yaitu terhadap SK Direksi Nomor.
HK.56/5/10/PL.II-09 tanggal 9 September 2009, melalui SK Direksi Nomor HK.56/6/18/PI.II-09 tanggal 31 Desember 2009 jo. SK Direksi Nomor HK.56/1/16/PI.II-10 tanggal 17 Maret 2010.

Berdasarkan pemaparan tersebut, KPK meyakini ada unsur perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Lino.

Masih pada pemaparan KPK, pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo II tahun 2010 itu ditemukan adanya potensi kerugian negara mencapai USD 3.625.922,00. Hal tersebut berdasarkan Laporan Audit lnvestigatif BPKP yang tercantum dalam Nomor : LHAl-244/D6.02/2011 tanggal 18 Maret 2011 serta hasil perhitungan ahli dari lTB.

Atas dasar tersebut, penyelidik KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo ll Tahun 2010. Status perkara tersebut kemudian ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik No55/01/12/2015 tanggal 15 Desember 2015.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya