Potensi Kerugian Negara Kasus RJ Lino Sekitar 3,6 Juta Dolar

Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Mantan Wakil Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji, menegaskan bahwa KPK telah mengantongi alat bukti dugaan kerugian negara terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan 3 unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo ll. Pakar hukum pidana itu meyakini, hal tersebut dapat dijadikan modal dalam mematahkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh RJ Lino.

Hattrick, La Nyalla Kalahkan Kejati di Praperadilan

"KPK memang sudah memiliki alat bukti tentang dugaan kerugian negara, sehingga dapat mematahkan keberatan RJ Lino," kata lndriyanto dalam pesan singkatnya kepada VlVA.co.id, Rabu, 20 Januari 2016.

Pada salah satu gugatannya, pengacara RJ Lino mempermasalahkan dugaan kerugian negara terkait perkara korupsi yang menjerat kliennya tersebut.

Praperadilan Kasus Sumber Waras, BPK Tegas Negara Dirugikan

Namun, dalil tersebut kemudian dijawab dalam oleh KPK dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda jawaban atas gugatan Lino. KPK yang dipimpin langsung Kepala Biro Hukum mengungkapkan mengenai adanya dugaan kerugian negara yang timbul atas perbuatan Lino.

Pada pemaparannya, KPK menduga ada dugaan kerugian negara sekurang-kurangnya USD 3.625.922,00 dalam pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo ll tahun 2010. Angka tersebut berdasarkan Laporan Audit lnvestigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC di Lingkungan PT Pelindo ll Tahun 2010 Nomor : LHAl-244/D6.02/2011 tanggal 18 Maret 2011.

ICJR Desak Pemerintah Bikin Hukum Acara Praperadilan

Selain itu, perhitungan itu juga berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari lnstitut Teknologi Bandung (lTB) yang juga turut diminta bantuannya oleh KPK pada saat perkara ini masih tahap penyelidikan. Ahli dari lTB pernah diminta untuk melakukan kunjungan cek fisik dan estimasi harga fasilitas crane PT Pelindo ll di 3 pelabuhan di mana crane itu ditempatkan, yakni di Panjang, Pontianak dan Palembang.

Hasilnya kemudian dilaporkan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan mengenai analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat perbedaan waktu kontrak dari produsen yang sama. Perbedaan itu cukup signifikan yakni dengan total sekurang-kurangnya USD 3.625.922,00.

Terkait dalil pihak Lino yang merujuk pada hasil pemeriksaan BPK tanggal 5 Februari 2015 yang tidak menunjukkan keterangan mengenai kerugian keuangan negara, hal tersebut juga dibantah KPK.

Meski tak mencantumkan keterangan kerugian negara, BPK merekomendasikan pemberian sanksi kepada Kepala Cabang Pelabuhan Pontianak yang tidak melaksanakan pembangunan Powerhouse beriringan dengan pengadaan QCC dan penyelesaiannya terlambat. Serta merekomendasikan agar Kepala Cabang Pontianak dan Palembang untuk mengoptimalkan penggunaan QCC dan segera menyelesaikan pembangunan Powerhouse.

KPK menilai rekomendasi BPK tersebut justru memperjelas ada penyimpangan dalam pengadaan 3 QCC tersebut. Serta menunjukkan pengadaan itu tidak dipersiapkan secara matang sesuai dengan kebutuhan di pelabuhan Panjang, Pontianak dan Palembang.

Pengadaan tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai, sehingga menimbulkan inefisiensi atau dengan kata lain, pengadaan itu sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang Lino Selaku Dirut Pelindo demi menguntungkan dirinya atau orang lain.

Kendati telah mengantongi potensi kerugian negara pada saat tahap penyelidikan, namun hal tersebut akan dilengkapi lagi pada proses penyidikan. Sehingga didapat perhitungan kerugian negara yang komprehensif didasarkan pada bukti-bukti yang pada gilirannya akan dibuktikan dalam persidangan perkara pokoknya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya