Ini Usulan Pemerintah soal Revisi UU Terorisme

Ilustrasi/Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar Sodik
VIVA.co.id
Negara Dituding Ciptakan Sendiri Terorisme
- Selain aparat bisa mempidanakan seorang terduga teroris, sejumlah hal juga diusulkan untuk diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Seperti negara bisa mencabut status kewarganegaraan seseorang.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa WNI yang akan pergi ke luar negeri menjadi foreign fighter akan dicabut kewarganegaraannya.

Teroris Malang Kumpulkan Jebolan Suriah

"Selama ini kan orang bebas, karena tidak ada undang-undangnya. Misalnya, orang yang mau pergi jadi foreign fighter, kita cabut kewarganegaraannya," kata Luhut di kantor Kemenpolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat 22 Januari 2016.

Tak hanya itu, menurut mantan kepala Staf Kepresidenan tersebut, seseorang yang melakukan penistaan kepada negara dan tidak mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga akan bisa ditindak.

Dua Terduga Teroris Jaringan Thamrin Dipindahkan ke Jakarta

"Kita akan tegas, tidak akan main-main dalam melaksanakan UU. UU dibuat untuk menjamin rasa aman penduduk Indonesia," tutur mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Di dalam revisi UU Terorisme yang drafnya baru akan rampung Selasa pekan depan tersebut, juga akan mengatur penguatan kewenangan aparat, seperti bisa menangkap orang-orang yang membuat pelatihan-pelatihan yang dinilai membahayakan negara.

"Kita ajak Kementerian Pendidikan, tidak bisa hanya kementerian-kementerian terbatas saja. Jadi, di dalam revisi UU nanti akan ada penguatan-penguatan untuk melakukan tindakan, misalnya, ada pelatihan membuat bom bisa kita tangkap," ungkap Luhut.

Selesai Tiga Bulan

Pemerintah menargetkan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan selesai kurang lebih tiga bulan. Menurut Luhut, usai serangan teror di Jalan Thamrin, pemerintah mendorong DPR untuk membahas usulan revisi UU Terorisme yang dinilai masih banyak kekurangan.

"Kita berharap beberapa bulan ke depan harus sudah selesai, 2-3 bulan lah. Kalau tidak, nanti kejadian lagi (serangan teror). Karena peluang untuk terulang ada saja," kata Luhut.

Menurut Luhut, ada sepuluh pasal dalam undang-undang tersebut yang akan direvisi. Sejumlah pakar hukum, seperti pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie, pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji dan orang-orang independen telah dimintai pertimbangannya.

"Jadi, kami lihat dari hukum pidananya, hukum tata negaranya. Jangan sampai berlebihan atau kekurangan UU Terorisme yang nantinya akan direvisi itu," ujarnya.

Luhut menerangkan, revisi UU itu hanya akan memberikan penguatan pada aparat keamanan untuk bisa melakukan tindakan pencegahan atas dugaan akan adanya serangan-serangan teroris.

Meski demikian, kata Luhut, aparat keamanan juga tidak akan sembrono mencederai masyarakat, dengan melakukan penangkapan secara brutal atas nama pencegahan tindakan terorisme.

"Intinya kita mau Indonesia ini biar damai, aman," tuturnya.

Ditanya apakah DPR akan setuju, Luhut menegaskan bahwa saat ini bukan waktunya untuk berdebat setuju atau tidak setuju. Menurut Luhut, hal terpenting adalah masalah keamanan.

Seperti diketahui, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Saud Usman Nasution, mengatakan, perlu dilakukan revisi Undang-Undang 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Alasannya, undang-undang yang ada sekarang dinilai belum mengatur secara keseluruhan masalah pencegahan terorisme. Padahal, masalah terorisme masuk dalam kategori extraordinary crime.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya