Belasungkawa Kematian di Momen Gerhana Matahari Total

Penampakan gerhana matahari di Lhokseumawe, Aceh.
Sumber :
  • VIVA/Zulfikar Husein

VIVA.co.id – Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar mengajak umat Muslim untuk bersyukur terkait fenomena langka Gerhana Matahari Total (GMT) yang tahun ini terjadi di Indonesia. Dengan mengisinya melalui salat gerhana dinilai Nasaruddin adalah hal yang tepat.

'Misteri' Pemancing yang Hilang Saat Gerhana Matahari

Namun, imam besar tersebut mengingatkan adanya makna belasungkawa di balik momen GMT yaitu meninggalnya putra Rasullullah, Sayyid Ibrahim yang merupakan putra Nabi Muhammad dengan istrinya Maria Al-Qibtiyah, seorang wanita kulit putih asal Mesir.

"Makna GMT kali ini kita juga seolah-olah  ikut bersedih dengan wafatnya putra Rasulullah yaitu Sayyid Ibrahim. Beliau sangat berobsesi terhadap anaknya tapi dipanggil Allah," kata Nasaruddin usai menunaikan tugas sebagai khatib salat sunah gerhana di Mesjid Istiqlal, Jakarta, Rabu 9 Maret 2016.

Gerhana Matahari Menanti Indonesia di 2023 dan 2042

Menurut Nasarudin, meninggalnya putra Rasullah itu juga terjadi menjelang fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) yakni pada 29 Syawal 10 Hijriah atau pada 27 Januari 632 Masehi. Namun demikian, Rasulullah saat itu berpesan bahwa gerhana Matahari tidak berkaitan dengan mitos. Hanya fenomena alam biasa.

"Jangan memitoskan gerhana Matahari karena itu adalah peristwa alam biasa, mari kita mengambil hikmahnya," tutur Nasaruddin.

Makna Gerhana Matahari dalam Budaya Sunda

Masyarakat karena itu diimbau untuk mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut yaitu dengan meningkatkan ketaatan dan kesetiaan beribadah kepada Tuhan.

"Terjadinya penumpukan Matahari, Bulan, dan Bumi di satu titik itu pertanda ketaatan makhluk kosmos itu luar biasa," kata dia lagi.

Fenomena GMT pada hari ini disambut antusiasme warga di sejumlah provinsi dan berbagai kota di Indonesia. Fenomena seperti ini diperkirakan terjadi lagi pada tahun 2042.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya