KPK Tanya Sanusi Soal Biaya Pembongkaran Kalijodo

Mohamad Sanusi menjalani pemeriksaan di KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Ketua Komisi D DPRD DKl Jakarta, Mochamad Sanusi mengaku bahwa dia sempat ditelisik mengenai adanya dugaan barter dalam tambahan kontribusi untuk membiayai penggusuran Kalijodo oleh Pemerintah Provinsi DKl Jakarta.

Hal tersebut diungkapkan Sanusi melalui pengacaranya, Krisna Murthi. Menurut Krisna, dugaan barter itu menjadi salah satu hal yang ditanyakan oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi kepada kliennya dalam pemeriksaan yang dilakukan hari ini, Rabu 11 Mei 2016.

"Ada pertanyaan dari penyidik soal pembongkaran Kalijodo itu dibiayai oleh pihak swasta," kata Krisna, saat dihubungi wartawan.

Krisna menyebut bahwa kliennya merasa kaget mendapat pertanyaan seperti itu. Namun, menurut Krisna, kliennya tidak mengetahuinya, lantaran hal tersebut adalah antara pihak swasta dengan eksekutif.

Krisna lantas menduga bahwa penyidik mempunyai indikasi terjadi barter tersebut, sehingga kemudian dikonfirmasi kepada kliennya

"Artinya, kalau kita melihat di sini, penyidik mempunyai fakta-fakta riil, atau bukti-bukti terkait itu. Soalnya, tadi dipertanyakan kepada Bang Uci (panggilan akrab M. Sanusi) perihal mengetahui atau tidak tentang adanya barter itu," ujar Krisna.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, telah membantah dia memanfaatkan kontribusi tambahan yang diberikan PT Agung Podomoro Land (APL), salah satu perusahaan pengembang pemilik izin pelaksanaan reklamasi, untuk mengerjakan program pemerintah.

Termasuk, penertiban lokalisasi terselubung Kalijodo Maret 2016 lalu, untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Iman Satria Jadi Ketua Komisi D Gantikan M Sanusi

"Enggak ada (peran APL dalam pembiayaan penertiban Kalijodo)," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI.

Ahok mengatakan, para penyidik KPK, memang menanyainya terkait dugaan kontribusi tambahan dari APL dimanfaatkan.

Kasus Pencucian Uang Sanusi, KPK Periksa Sekretaris DPRD DKI

Dalam keterangan kepada penyidik, Ahok mengatakan, APL dimanfaatkan karena selayaknya perusahaan pengembang properti. APL memiliki kewajiban untuk membangun sarana umum sebagai kompensasi atas properti yang didirikannya di wilayah DKI Jakarta.

Perhitungan kompensasi yang diberikan menggunakan metode perhitungan appraisal (penaksiran).

Suap dari Agung Podomoro Dipakai Sanusi untuk Modal Pilkada

Saat APL, misalnya, diminta DKI membangun rusun yang dibangun sesuai spesifikasi yang diinginkan diperkirakan memiliki nilai Rp100 miliar. Maka, uang yang digelontorkan APL untuk membangun rusun adalah Rp100 miliar pula.

"Saya ditanya, bagaimana proses hitung-hitungan dengan mereka (APL) sewaktu merela kerjain (jalan) inspeksi, rusun? Saya bilang sederhana. Kami pakai (metode) appraisal," ujar Ahok.

Sebagai informasi, kontribusi tambahan perusahaan pengembang pemegang izin pelaksanaan reklamasi, seharusnya diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura).

Terungkapnya upaya suap dari Presiden Direktur APL Ariesman Widjaja kepada mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi untuk memengaruhi isi Perda membuat Perda batal disahkan.

Dengan demikian, digunakan kontribusi tambahan untuk membiayai program Pemerintah Provinsi DKI dapat menjadi hal yang ilegal, karena tidak memiliki dasar hukum. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya