Massa GMKI Demo Anggota DPRD Pemadat, Digebuki Satpol

Polisi dan aparat saat mengusir dan memukul demonstran GMKI di Gedung DPRD Manado, 3 Juni 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agustinus Hari

VIVA.co.id – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Manado menyesalkan tindakan aparat polisi yang melakukan kekerasan terhadap massa GMKI yang berunjuk rasa di Gedung DPRD Manado pada Rabu, 1 Juni 2016. Buntutnya, lima mahasiswa yang berdemonstrasi saat ini harus dirawat di Rumah Sakit TNI Wolter Monginsidi Telin. Sementara satu mahasiswa lainnya dirujuk ke Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof RD Kandou Malalayang.

Unjuk Rasa Ricuh Kemarin, Polda Metro Amankan Belasan Demonstran saat Aksi di DPR dan KPU

"Penganiayaan ini pun bukan hanya dilakukan aparat Kepolisian tapi anehnya dilakukan juga oleh Polisi Pamong Praja dan staf Kantor DPRD Manado. Hampir seluruh personel massa GMKI kena pukul, diinjak dan diseret keluar dari Ruang Paripurna," kata Ketua GMKI Manado, Hezkia R. Sembel di Manado, Sulawesi Utara, Kamis 2 Juni 2016.

GMKI mengecam tindakan anarkistis aparat yang menurut Hezkia menyerang massa yang sama sekali tidak melakukan keributan. Demonstrasi tersebut menuntut agar anggota DPRD pengguna dan pemilik narkotika diproses DPRD.

Buruh dan Mahasiswa Demo Tolak Kenaikan BBM

Melalui rilis yang diterima VIVA.co.id, GMKI menerakan kronologi kejadian penyerangan terhadap massa tersebut.

Pukul 09.00 WITa, massa GMKI berkumpul di Gereja fungsional kampus Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado.

Polda: Tidak Ada Demontrasi Mahasiswa di Babel

Pukul 12.30 WITa, massa mulai bergerak menuju kantor DPRD Kota Manado.

Pukul 12.45 Wita, tiba di kantor DPRD dan melaksanakan aksi dan sekitar setengah jam kemudian diterima beberapa anggota DPR di ruang paripurna.

Hezkia menjelaskan ketika berada di ruang paripurna, massa menyuarakan aspirasi mereka dengan santun. Mereka hanya mengambil papan nama anggota DPR berinisial CL yang dituntut untuk diproses oleh DPRD karena ditengarai sebagai pemadat. Papan nama HC kemudian dicoret biru oleh massa.

Berselang tak lama, mereka menunggu kehadiran ketua DPRD Manado dan ketua fraksi Partai Demokrat Manado. Namun karena kelaparan, beberapa dari massa keluar untuk membeli roti dan air mineral. Anehnya kata Ketua GMKI tersebut, saat mereka sedang makan roti, polisi mendatangi dan meminta surat izin unjuk rasa.

"Kami pun menjelaskan bahwa aksi damai hanya surat pemberitahuan dan bukan surat permohonan izin dan kami telah membawa surat pemberitahuan kepada Polresta Manado pada 31 Mei 2016 dan yang menerima pada saat itu personel kepolisian atas nama S. Laode dan M. Malonda," katanya.

Tak lama berdialog, dia mengatakan terdengar seruan dari kerumunan aparat yang meneriakkan,"serang". Tiba-tiba polisi dan petugas yang menggunakan seragam merah dengan tulisan Tim PANIKI mengusir paksa, menendang dan memukul para demonstran.

"Ada yang menggunakan rotan, pentungan maupun senjata serta menendang dan menginjak massa serta diseret untuk keluar dari ruangan. Selama diseret, kami terus dianiaya para oknum polisi sampai di luar ruangan,” ujar Hezkia yang sudah memberi keterangan di Polresta Manado tersebut.

Aksi brutal aparat lalu menyebabkan kebanyakan dari massa terluka. Sebagian mengalami pendarahan dan patah tulang hidung. Sementara yang harus dirawat di rumah sakit hingga enam orang.

“Kami juga mengecam DPRD Manado yang sudah dua tahun sebagai wakil rakyat namun belum memiliki Badan Kehormatan. Kami mendesak pimpinan fraksi dan pimpinan DPRD Manado agar segera memberikan sanksi terhadap oknum anggota DPRD Manado CL ini karena sebagai public figure tidak mencontohkan yang baik kepada masyarakat," kata dia.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya