RUU Kebidanan untuk Atasi Kekurangan Dokter Kandungan

Perkumpulan bidan. Foto ilustrasi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago menjelaskan adanya kebutuhan mendesak agar Rancangan Undang Undang (RUU) Kebidanan segera disahkan. Upaya itu untuk bisa mengatasi masalah kekurangan tenaga dokter kandungan.

Klinik Aborsi Paseban Juga Diduga Lakukan Pencucian Uang

"Dari 3.000 sampai 4.000 tenaga dokter kandungan pasti tidak akan mencukupi untuk melindungi persoalan ibu dan anak," kata Irma di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016.

Dari jumlah itu, umumnya mereka berkumpul di kota besar, sehingga membuat daerah kekurangan tenaga medis. "Di kabupaten paling hanya satu (dokter kandungan). Di RSUD Ambon hanya ada empat orang dokter untuk melayani seluruh Ambon. Saya sudah sampaikan ke menteri kesehatan, tidak boleh terjadi," kata Irma.

50 Bidan Klinik Aborsi Paseban masih Berkeliaran, Tugas Cari Klien

Salah satu faktor yang membuat tenaga medis terpusat di kota besar dan sulit ditugaskan ke daerah, adalah insentif kecil, serta kurang terjaminnya fasilitas dan infrastruktur pendukung dalam bekerja. Irma pun melihat keberadaan bidan bisa mengisi kekurangan dokter kandungan di daerah, sehingga mengatasi permasalahan ketimpangan jumlah tenaga medis.

"Tapi, bidan yang sudah tersertifikasi. Sertifikasi ini tidak sekadar sertifikasi, tapi pengalaman. Sudah berapa kali membantu persalinan dengan zero accident. Jadi, sertifikasi tidak boleh jadi sertifikat formal yang diperjualbelikan," ungkap Irma.

8 Bulan Tak Digaji, Bidan Desa Tetap Kerja Meski Jalan Kaki 20 Km

Namun, penanganan persalinan oleh bidan ini belum memiliki payung hukum. Untuk itu, diperlukan RUU Kebidanan untuk mengatur tugas pokok dan fungsi mereka. Termasuk mengenai kompetensi dan sertifikasi bidan, sehingga bisa memastikan perlindungan praktik kebidanan.

"Jadi, ada dasar hukum sanksi ketika bidan melakukan malapraktik," ucapnya.

Selain itu, RUU ini akan mengatur perlindungan terhadap pasien. "Harus diatur, karena perlindungan pasien lebih penting dari sekadar perlindungan bidannya. Di Indonesia, rata-rata masyarakat di daerah masih suka berobat ke bidan untuk flu dan pilek," tutur Irma.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya