Penyuap Bupati Banyuasin Divonis 1,5 Tahun Bui

Zulfikar Muharami, penyuap Bupati nonaktif Banyuasin, Yan Anton Ferdian, menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Palembang pada Kamis, 9 Februari 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Aji YK Putra

VIVA.co.id - Zulfikar Muharami (39 tahun), penyuap Bupati nonaktif Banyuasin, Yan Anton Ferdian, divonis hukuman pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan denda sebesar Rp50 juta serta subsider tiga bulan.

Bantah Isu Taliban, Pimpinan KPK: Adanya Militan Pemberantas Korupsi

Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang menyatakan Zulfikar Muharami terbukti menyuap ijon proyek di Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Banyuasin. Zulfikar selalu memenangkan tender proyek pengadaan barang di Dinas Pendidikan Banyuasin dengan menyuap langsung Bupati hingga total uang suap itu mencapai Rp7 miliar.

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata ketua majelis hakim, Arifin, membacakan amar putusannya pada Kamis, 9 Februari 2017.

Struktur KPK Gemuk, Dewas Sudah Ingatkan Firli Bahuri Cs

Rida Rubiani, penasihat hukum terdakwa Zulfikar, langsung menerima putusan yang dijatuhkan kepada kliennya. "Kami menerima, Yang Mulia," ujarnya. 

Feby Diyandosendy, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, menyatakan masih pikir-pikir atas putusan itu. Soalnya jaksa sebelumnya mendakwa dengan tuntutan dua tahun penjara.

KPK Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Korupsi Dirgantara Indonesia

"Vonisnya, sudah dua per tiga dari tuntutan kita. Tapi kami tetap akan lapor ke pimpinan dulu, sementara masih pikir-pikir," kata Feby usai sidang.

Kronologi

Kasus suap itu terungkap setelah KPK menangkap Yan Anton di Banyuasin pada 4 September 2016. KPK menyangka Yan menerima suap izin proyek di Dinas Pendidikan setempat. Yan diduga menggunakan uang suap itu untuk menunaikan ibadah haji.

KPK juga menangkap lima orang lain. Mereka, di antaranya, Kepala Rumah Tangga Pemerintah Kabupaten Banyuasin, Bustami; dan Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin, Umar Usman, dan tiga orang lain.

Kasus itu muncul diduga karena Yan Anton sedang membutuhkan uang Rp1 miliar untuk pergi haji bersama istrinya. Dia lalu meminta Rustami bertanya kepada Umar tentang proyek-proyek di Dinas Pendidikan.

Sutaryo menghubungi Zulfikar melalui Kirman. Kirman diduga berperan pengepul dana, yang menjadi penghubung pengusaha jika ada keperluan dengan pejabat. Yan Anton diduga menukar uang Rp1 miliar dengan proyek di Dinas Pendidikan.

Umar dan Sutaryo menghubungi Direktur CV Putra Pratama, Zulfikar Muharrami. Umar dan Sutaryo mendapatkan bantuan dari Kirman. Kirman adalah orang yang selalu menghubungi pengusaha jika ada pejabat yang memerlukan dana.

Yan Anton akhirnya mendapat dana Rp1 miliar. Dia menerimanya dalam tiga tahap, yaitu Rp300 juta pada 1 September dan 11.200 dolar Amerika pada 2 September. Uang itu akan digunakan sebagai uang saku selama di Tanah Suci. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya