Kota Semarang Batalkan Larangan Pelajar Rayakan Valentine

Walikota Semarang, Hendrar Prihadi (Batik Orange) saat sidak ke sebuah kecamatan.
Sumber :
  • Viva.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id - Larangan perayaan Hari Valentine atau Valentine Day untuk seluruh pelajar di Kota Semarang, Jawa Tengah, dibatalkan. Pembatalan dengan penarikan Surat Edaran kepada seluruh sekolah oleh Dinas Pendidikan.

Tugas Nokia Sudah Tuntas

Menurut Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, pembatalan larangan perayaan Valentine Day untuk pelajar itu dikarenakan Dinas Pendidikan tidak berkoordinasi lebih dulu dengan Wali Kota.

"Terkait itu (Surat Edaran) memang belum ada koordinasi dengan saya. Karena itu saya minta Dinas Pendidikan untuk menarik surat tersebut," kata Hendrar pada Senin, 13 Februari 2017. 

Ribuan Orang di Brebes Rayakan Kemenangan Indonesia U-23

Meski ditarik, Hendrar meminta pelajar yang hendak merayakan Valentine Day bisa dilakukan dengan cara-cara positif. Para orangtua dan guru juga diminta untuk mengawasi anak-anaknya agar tidak melakukan kegiatan negatif saat Valentine pada 14 Februari 2017.

Pelarangan pelajar merayakan Valentine sebelumnya tertuang dalam Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Semarang Nomor 003/186 bertanggal 10 Februari 2017, yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bunyamin. Kebijakan berupa larangan merayakan hari Valentine dikhususkan bagi siswa di lingkungan sekolah menengah pertama (SMP) negeri maupun swasta.

Elektabilitas Irjen Ahmad Luthfi Tertinggi di Pilgub Jateng

Alasan pelarangan itu untuk membangun karakter peserta didik agar berakhlak mulia serta terhindar dari kegiatan yang bertentangan dengan norma agama serta sosial budaya Indonesia.

Dikritik

Ketua Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Tedi Kholiludin, mengkritik larangan itu. Menurutnya, pemerintah tidak berhak untuk melarang sebuah perayaan apapun, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum.

“Kami menyayangkan surat Kepala Dinas tersebut. Jika dasar pelarangan itu karena bertentangan dengan norma agama, biarlah tokoh agama yang memfatwakan, jadi bukan ranah pemerintah,” kata Tedi.

Dia pun menyoal surat larangan yang hanya untuk siswa di lingkungan SMP. Jika memang dasarnya bertentangan dengan norma agama, sosial, dan budaya, harusnya larangan itu berlaku bagi siswa di semua jenjang pendidikan. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya