PVMBG Tepis Tudingan Prakiraan Tak Akurat Gunung Agung

Puncak Gunung Agung, Karangasem, Bali.
Sumber :
  • Google Maps

VIVA – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menepis tudingan sebagian kalangan yang menyebut prakiraannya tentang aktivitas Gunung Agung di Bali tak akurat. Tudingan itu dikaitkan dengan penurunan aktivitas vulkanik Gunung Agung, setelah 32 hari ditetapkan berstatus awas, lalu disimpulkan sebagai ancaman gunung itu meletus kian berkurang.

PVMBG menegaskan bahwa prosedur yang dijalankannya demi keselamatan masyarakat semata; langkah antisipasi untuk mengurangi risiko terburuk, alih-alih menciptakan situasi kecemasan.

"Kita itu sayang sekali pada masyarakat. Enggak ada untungnya, kok, untuk kita di status awas. Malah kita lebih capai dan kurang tidur," kata Devy Kamil Syahbana, Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, pada Rabu, 24 Oktober 2017.

Dia menyoal tuduhan sebagian kalangan yang menganggap PVMBG terlalu cepat menaikkan status Gunung Agung dari siaga menjadi awas. Tak mungkin bagi PVMBG memutuskan Gunung Agung berstatus awas setelah terjadi letusan pembuka.

"Itu sama saja analoginya dengan ada banyak anak di dekat kandang singa, lalu tiba-tiba kandang singa itu terbuka," Devy mengandaikan.

Serupa perumpamaan anak-anak di kandang singa, PVMBG atau pun pemerintah mesti bertindak cepat demi menyelamatkan masyarakat dari ancaman Gunung Agung meletus sewaktu-waktu. Pemerintah pun tak ingin terlambat memperingatkan warga agar waspada dan segera mengungsi.

"Dulu saat menaikkan (status dari siaga) ke awas," Devy menceritakan detik-detik krusial menyusul peningkatan aktivitas Gunung Agung, "saya dan teman-teman dihadapkan pada dua pilihan: menaikkan ke awas sebelum atau sesudah tremor menerus."

"Kalau hitung-hitungan kemungkinan," katanya, "bagi kami, benar atau salah, maka kita akan menaikkan status setelah tremor menerus. Toh, kita benar, kasih tahu sebelum meletus. Tapi apakah waktunya cukup?"

Gunung IIi Lewotolok NTT Erupsi, 4 Ribu Lebih Warga Mengungsi

Soal Evakuasi

Waktu yang dimaksud Devy ialah mengevakuasi ratusan ribu warga dalam tempo sesingkat-singkatnya. Asumsinya, letusan biasanya terjadi setelah tremor menerus muncul. Waktunya bisa dalam hitungan menit, jam, bisa juga hari.

Gunung Lewotolok Erupsi, Semburannya hingga 500 Meter

Sederhananya, Devy berargumentasi, berisiko besar jika PVMBG menetapkan status awas setelah Gunung Agung sudah mengalami letusan pembuka. Soalnya tak cukup waktu untuk mengevakuasi warga dalam jumlah besar.

Dalam kondisi seperti itu, pilihannya hanya dua: mengalihkan risiko kepada masyarakat atau kepada PVMBG. Pilihan pertama dengan menunggu sampai Gunung Agung sudah jelas-jelas meletus. Opsi kedua dengan cepat-cepat menetapkan gunung itu berstatus awas sebagai langkah mitigasi, meski prakiraan berpotensi meleset.

Waspadai Luncuran Awan Panas, Deformasi Merapi Mirip Erupsi 2006

"Saat itu kita lebih memilih menaruh risiko itu di pundak kita. Lebih baik salah, dalam arti gunung ini tidak meletus tapi masyarakat selamat, daripada salah karena terlambat memberikan peringatan dini," Devy menyimpulkan. (ren)

Salah seorang warga Dusun Sumbersari, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, melintas rumah rusak akibat terjangan awan panas guguran Gunung Semeru, Rabu, 8 Desember 2021.

PVMBG: Teramati Sinar Api Gunung Semeru

Tingkat aktivitas Gunung Semeru Level II atau waspada. Masyarakat diminta tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah/puncak gunung.

img_title
VIVA.co.id
10 Desember 2021