Jadi Capres Butuh Dana Rp4,5 Triliun, Cak Imin Angkat Tangan

Muhaimin Iskandar
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB, Muhaimin Iskandar, mengklaim bahwa dirinya mendapat nilai yang cukup tinggi di survei untuk mendampingi Joko Widodo di Pemilu 2019 mendatang. Dia mengaku optimistis lantaran telah mendapat restu serta dukungan dari kalangan ulama atau kiai.

Hak Angket Makin Gelap, Cak Imin Sebut PKB Berkeinginan Tetap Berjalan

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu belakangan digadang-gadang sebagai calon Wakil Presiden Jokowi di periode mendatang. Spanduk atau baliho telah dipasang di sejumlah daerah. Tak hanya itu, Cak Imin juga disebut mendapat dukungan dari Forum Silaturahmi Kiyai Jakarta dan Depok. 

Belakangan diketahui pula, salah satu kiai yang mendukungnya adalah KH Manarul Hidayat, pria yang disebut-sebut cukup dekat dengan almarhum Gus Dur.

Surya Paloh dan Cak Imin Bertemu, Tak Bahas Oposisi atau Koalisi di Pemerintahan Selanjutnya

“Hari ini saya bersyukur Kiai Manarul Hidayat mau turun gunung. Beliau adalah macan panggung yang dulu selalu mendampingi Gus Dur. Dia yang mendampingi, baik dalam perjuangan di NU maupun lainnya. Kalau dia sudah turun tangan, bukan hanya survei tertinggi mungkin surveinya sudah jadi capres,” kata Cak Imin disambut tepuk tangan tamu dan para undangan yang hadir di Pondok Pesantren Almanar Azhari, Jalan Raya Limo, Depok, Jawa Barat, Kamis 22 Maret 2018.

Namun demikian, Cak Imin mengaku dengan berbagai pertimbangan, ia pun memilih menjadi Cawapres ketimbang jadi Capres. Salah satu faktor yang jadi pertimbangan adalah besarnya ongkos untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Surya Paloh dan Cak Imin Sepakat: Kita Tutup Buku Lama, Buka Buku Baru

“Kemarin saya ketemu partai-partai pengusung pilpres, kira-kira satu capres butuh Rp4,5 triliun, padahal saya cuma punya Rp100 juta. Nah, karena itu akhirnya berdasarkan fakta-fakta pertimbangan itu dicari jalan kompromi. Yang pertama saya juga harus punya sopan santun dengan Pak Jokowi yang sedang berkuasa sehingga harus dilakukan penyesuaian keadaan. Maka komprominya saya setuju tapi Wakil Presiden dahulu," kata dia lagi.

Cak Imin juga bercerita, beberapa waktu lalu ada ahli menyatakan soal pentingnya survei dan menarik perhatian publik.

“Nah orang NU ini suruh aneh ya susah, akting berat apalagi orang Jombang wes opo ono e gitu aja. Padahal untuk beranjak ke level survei harus menggunakan taktik akting yang memadai. Saya tidak usah cerita akting itu apa, nanti ada yang tersinggung. Tapi kira-kira wali pun kelasnya tidak akan bisa nyapres karena tidak masuk radar survei,” kata dia.

Dia mengatakan bahwa dalam tiga bulan ini, tingkat elektabilitasnya terus naik.

Cak Imin melanjutkan, ada fenomena baru bahwa warga NU kaum nahdliyin ibarat orang-orang yang ingin ada harapan baru. Dia menyebut istilah silent hope.

“Pas saya cek di YouTube ternyata silent hope itu lagu rock yang ceritanya kira-kira harapan diam yang bisa marah dan memberontak apabila tidak tersalurkan dengan baik," katanya.

Dia mengklaim, dari 20 nama yang masuk bursa pendamping Jokowi versi PDIP, namanya yang menempati urutan tertinggi.

“Kita terus menggalang komunikasi dengan pimpinan partai. Tentu peta hari ini baru satu orang yang mencalonkan diri, baru Pak Jokowi. Pak Prabowo sampai hari ini belum kita dengar. Yang lain juga belum kita dengar," ujarnya. (one)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya