Beda Istilah Plt, Pjs, Plh, dan Pj ala Kemendagri

Mendagri Tjahjo Kumolo lantik Komjen M. Iriawan jadi Pjs Gubernur Jabar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA - Kementerian Dalam Negeri menggelar konferensi pers mengenai evaluasi tugas dan kinerja para penjabat (Pj) kepala daerah mulai gubernur, bupati, hingga wali kota. Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik Piliang, menjelaskan mengenai istilah pelaksana tugas (plt), pejabat sementara (pjs), pelaksana harian (plh) dan pejabat (pj) kepala daerah.

Pilkada Serentak di Sumut, Mendagri: Semua Siap

"Pejabat pengganti ada empat, dan keempatnya berbeda. Plt adalah apabila, gubernur, bupati dan wali kota di suatu daerah sedang berhalangan sementara, dan yang menggantikan wakilnya. Jadi Plt dijabat oleh wakil," kata Akmal di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 Juni 2018.

Sedangkan Plh adalah apabila kekosongan jabatan itu diisi oleh sekretaris daerah (sekda), dan kalau masa jabatan kepala daerah kurang dari satu bulan. Sementara Pjs ketika dua-duanya (kepala daerah dan wakil kepala daerah) maju (pilkada).

Demokrat Lawan Keluarga Ratu Atut di Pilkada Banten

"Maka kami tunjuk Pjs dari pejabat tinggi pratama, dan madya untuk tingkat provinsi. Kemudian ada lagi Pj ketika masa jabatannya habis," ujar Akmal.

Akmal mengatakan saat ini ada 66 Pjs, dua di antaranya berada di tingkat provinsi dan 64 di tingkat kabupaten/kota. Mereka diberikan tugas untuk menjamin netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Semua Petugas KPPS Pilkada 2020 Akan Jalani Rapid Test

"Ada persoalan netralitas ASN yang harus diwaspadai. Ada persoalan regulasi yang mungkin harus disempurnakan ke depan. Saya contohkan regulasi terkait dengan ada banyak yang meminta kalau Pjs itu sampai akhir aja dong. Itu kan hari krusial. Saya katakan tidak boleh. Karena itu hanya diisi di waktu kampanye saja," ujarnya.

Saat ini menurut Akmal, masih banyak ditemukan ASN yang tidak netral. Para ASN cenderung memihak kepada calon petahana karena khawatir akan kehilangan jabatan apabila dia dipimpin oleh pemimpin baru dan bukan petahana.

"Biasanya begitu, petahana. Apalagi di daerah yang pilkadanya itu tunggal. Ada semacam ketakutan, namun jabatannya (petahana) masih panjang," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya