- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Marzuki Mustamar, menhaku sebagai santri tidak elok jika berkomentar mengenai keputusan Ma'ruf Amin maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo.
"Saya tidak boleh berkomentar jauh, saya santrinya para kiai. Sebagai ketua NU Jawa Timur, saya tidak ikut-ikut politik praktis. Tapi pondok pesantren, santri, tahu betul siapa Kiai Ma'ruf Amin dari sisi keilmuan luar biasa," kata Marzuki kepada VIVA pada Selasa, 14 Agustus 2018.
Di antara dua pasangan calon, katanya, publik harus mengetahui dan mengungkap biodata masing-masing. Dengan mengenal lebih jauh, publik juga diharapkan menghentikan ujaran kebencian yang sering terjadi di media sosial.
"Ayo kita lawan ujaran kebencian. Kiai Ma'ruf Amin masih keturunan Syekh Nawawi, Banten, gurunya Kiai Hasyim Asy’ari. Kitab-kitab yang dikarang Syekh Nawawi juga digunakan di pondok-pondok. Kalau pada akhirnya komunitas pesantren mendukung atau tidak, itu karena ada faktor keilmuan," ujar Marzuki.
Sebelumnya ramai polemik di lingkungan NU tentang desakan agar Ma’ruf Amin mundur dari posisi Rais Aam. Orang pertama yang mencuatkan desakan itu ialah Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, kiai kharismatik NU yang juga Pengasuh Pesantren Raudlatul Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah.
"Tidak usah dipikir ramai-ramai, itu masalah internal NU. Tentu beliau semua sudah memperhitungkan biar diselesaikan di dalam NU," ujar Marzuki.
Jika terjadi dukung-mendukung di kalangan santri untuk Kiai Ma'ruf Amin, menurutnya, tidak lebih karena santri tahu ulama yang harus didukung. Namun ia menegaskan bahwa secara organisasi NU tidak ikut politik praktis.
"Yang jelas, perlu diketahui andai komunitas pesantren mendukung itu karena tahu mana yang santri dan mana yang tidak. Mana yang ahlusunah, mana yang di luar ahlusunah. Yang jelas beliau keturunan Syekh Nawawi, yang kitabnya digunakan dikaji oleh pesantren-pesantren. Kalau akhirnya mendukung, itu karena keilmuan," ujarnya.