Mardani Sebut Jokowi Tak Libatkan DPR soal Pindah Ibu Kota

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera
Sumber :
  • Lilis

VIVA – Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, mengkritik cara Presiden Joko Widodo dalam rencana memindahkan Ibu Kota.

3 Kali Bos Microsoft Satya Nadella ke Indonesia, Semuanya Ketemu Jokowi

Menurut Mardani, Jokowi tidak pernah melibatkan DPR sebelumnya, hanya meminta izin lewat  sidang tahunan secara informal, dan itu dapat dikatakan menyalahi prosedur.

"Mestinya gini, Pak Presiden sudah bilang 16 Agustus minta izin, itu bukan seperti itu. Mana rancangan undang-undang nya? mana naskah akademis nya? abis itu DPR akan punya musyawarah, Musyawarah bersama," kata Mardani, Senin 26 Agustus 2019

Jokowi Didampingi Prabowo Terima Kunjungan PM Singapura di Istana Bogor

Politikus PKS ini menambahkan, apabila prosedur tidak diperhatikan oleh Presiden dalam mengambil keputusan, maka itu merupakan bentuk kesewenangan. Apabila pemimpin tidak menjalankan sesuai prosedur dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

"Negara ini harus hidup berlandaskan aturan prosedur yang baku. Enggak bisa tiba-tiba, salah besar cuma dengan permintaan informal," ujarnya

Giliran Bos Microsoft Satya Nadella Mau Sowan ke Jokowi

Mardani mengatakan, pemindahan Ibu Kota, selain wewenang eksekutif, juga menjadi wewenangnya legislatif. Sebab harus ada sejumlah kajian yang dilakukan terlebih dahulu dan setidaknya ada enam undang-undang yang perlu diajukan.

"Hasil kajian kami secara yuridis ada enam undang-undang yang harus segera diajukan, empat bentuk revisi, 2 pengajuan baru. revisi salah satu contohnya undang-undang nomor 29 tahun 2007 yang menetapkan DKI sebagai ibu kota negara, itu revisi nanti ada undang-undang yang diajukan di daerah cadangan strategis nasional untuk Ibu Kota Baru," ujarnya

Selain itu, Mardani juga menyoroti terkait pembiayaan pemindahan Ibu Kota baru yang disebut bekerja sama dengan badan usaha. Menurutnya terkait hal tersebut harus jelas bagaimana sistem kerja samanya dan apa saja yang disepakati.

"Katanya cuma Rp30 triliun. hampir Rp 300 triliun itu public private Partnership, Monggo tetapi harus diperjelas polanya Seperti apa. Karena tidak bisa kita menggadaikan proses pembangunan yang sangat super strategis ini kepada pihak ketiga." [mus]
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya