Natuna Memanas, Momentum Perkuat Alutsista Bakamla

Kapal patroli laut Bakamla RI
Sumber :
  • Twitter Official Indonesian Coast Guard (IDNCG)

VIVA – Keberadaan puluhan kapal nelayan China yang dikawal dikawal dua kapal penjaga pantai serta satu kapal perang Angkatan Laut China jenis fregat di perairan Natuna Kepulauan Riau pada Desember 2019 hingga berujung mengklaim wilayah, dinilai menjadi momentum tepat untuk memperkuat Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia.

Ministry Detains Two Vietnamese Ships in Natuna Sea

Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan mendorong Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk memperkuat persenjataan dan kewenangan Bakamla dalam penindakan di perbatasan terhadap kapal-kapal asing.

"Kita sangat mendukung salah satu poin penting pada rapat Kemenkopolhukam, Menhan Prabowo Subianto telah menyarankan untuk merubah Permenhan yang memberikan wewenang Bakamla untuk memperkuat senjata yang diharapkan dapat memperkuat pengamanan kedaulatan wilayah laut NKRI," ujar Farhan disela masa Reses DPR RI di Bandung Jawa Barat, Senin 6 Januari 2020.

Massive Fire Hits 240 Hectares of Natuna Land

Menurutnya, tindakan Bakamla terhadap kapal-kapal asing patut diapresiasi. Namun, untuk penindakan ketika dihadapkan dalam situasi panas, Bakamla dinilai masih kurang kuat dalam persenjataan. Bakamla diketahui diisi oleh personil militer dan sipil yang memumpuni.

"Sikap tegas Bakamla harus kita apresiasi, untuk wilayah perairan yang overlap, setelah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu Bakamla langsung mengusir kapal nelayan Vietnam dan kapal asing lainnya dan untuk yang sudah masuk wilayah yang bukan overlap, Bakamla dengan tegas langsung menangkap kapal-kapal asing tersebut," terangnya.

Disetujui Singapura, Ruang Udara FIR Natuna-Kepri Kembali ke Tangan Indonesia

Farhan menilai aktifitas kapal asing masuk kawasan Natuna lebih banyak dibandingkan kapal nelayan Indonesia. Bahkan sebuah media asing sempat menyebutkan perbandingan jumlah kapal nelayan Vietnam dengan Indonesia yang melaut di Natuna 150 berbanding 1.

"Bahkan menurut informasi, operasi Bakamla di Natuna hampir tidak pernah menemukan nelayan Indonesia, tetapi lebih banyak ditemukan nelayan asing," katanya.

Belum lagi, kekayaan alam di kawasan Natuna yang menjadi sorotan negara-negara lain hingga berani diklaim China, merupakan ancaman serius. "Industri perikanan asing sangat dominan di seputar perairan Natuna. Saat ini membuat wilayah di sana nampak lebih dikuasai oleh nelayan Vietnam dan Tiongkok," ungkapnya.

Atas dasar itu, upaya penjagaan dan pengusiran terhadap China Cost Guard dan kapal nelayan asing terus dilakukan pemerintah. Meskipun China tidak menggubris karena mereka berdalih wilayah tersebut merupakan wilayah mereka. 

Di sisi lain, Indonesia punya argumen kuat bahwa Natuna merupakan wilayah ZEE NKRI berdasarkan UNCLOS (konvensi hukum laut di bawah PBB) 1982.

"Kita juga menghormati putusan PCA (Permanent Court of Arbitration) tentang SCS dimana Nine Dash Line dari klaim tidak kita akui, maka kita menolak segala klaim (China) di Natuna. Pemerintah perlu menguatkan posisi tersebut dengan menggelar operasi berkordinasi dengan TNI dan Bakamla," tambahnya.

Seperti diketahui, Bakamla menuturkan kapal-kapal China itu mulai terdeteksi muncul di perairan dekat Natuna sekitar 10 Desember 2019. 

Sejak itu, Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama Nursyawal Embun menuturkan pihaknya terus memantau pergerakan kapal-kapal itu. Nursyawal mengatakan kapal-kapal itu masih berada di landas kontinen Indonesia pada 15 Desember. 

Bahkan kapal-kapal itu mematikan alat radar automatic identification system (AIS) mereka. Mengetahui hal itu, Nuersyawal mengatakan Bakamla langsung mengerahkan kapal KM Tanjung Datuk untuk memeriksa ke lokasi. 

"Akhirnya kami bertemu kapal-kapal itu tanggal 19 Desember. Kami lalu lakukan pengusiran, mereka mau nurut dan bergerak ke arah utara (menjauhi perairan Indonesia)," kata Nursyawal.

Meski sempat menjauh, Nursyawal menuturkan rombongan kapal-kapal ikan China itu kembali memasuki wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia tak lama setelah itu, tepatnya sekitar 23 Desember. Berdasarkan data radar, Bakamla semula mendeteksi kapal-kapal itu berjumlah belasan. 

Namun, ketika ditemui di lapangan, kapal-kapal ikan China itu berjumlah lebih dari 50 buah dan dikawal dua kapal penjaga pantai serta satu kapal perang Angkatan Laut China jenis fregat. Bakamla lantas mengerahkan kapal KM Tanjung Datuk dan melakukan kontak via radio untuk meminta kapal-kapal itu keluar dari perairan Indonesia. 

"Namun mereka menolak permintaan kami dengan menegaskan bahwa itu adalah wilayah perairan dan penangkapan ikan mereka," papar Nursyawal. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya