Logo BBC

RUU HIP Menjadi RUU PIP Menuai Kritik

Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Ormas Banten Bersatu (FOBB) berunjuk rasa menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di halaman Masjid Agung Kesultanan Banten di Kasemen, Serang, Jumat (26/06).-ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN
Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Ormas Banten Bersatu (FOBB) berunjuk rasa menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di halaman Masjid Agung Kesultanan Banten di Kasemen, Serang, Jumat (26/06).-ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN
Sumber :
  • bbc

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) setuju untuk mengubah Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Namun keputusan itu dinilai tidak menjawab tuntutan masyarakat yang meminta RUU itu dicabut dan tidak dibahas di DPR.

"Kita menginginkan RUU itu dicabut, tidak dilanjutkan dan tidak menganti judul. Saya kira dengan mengganti judul tapi substansi masih tetap, itu kan sama saja dengan membohongi rakyat," kata Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Selasa (30/06).

Partai Demokrat juga mengusulkan, jika RUU HIP diubah menjadi RUU PIP maka harus melalui proses dari awal dan dilakukan secara terbuka dengan melibatkan publik.

Pengamat politik menilai "berkerasnya" PDIP mengegolkan ini tidak lepas dari tujuan untuk mengeklaim sebagai satu-satunya partai yang memperjuangkan ideologi Pancasila dan penerus gagasan Presiden Indonesia pertama, Soekarno.

Dengan tidak menarik RUU itu maka gelombang penolakan dari masyarakat masih akan terus terjadi, tambah pengamat politik.

`Membohongi rakyat`

Ormas Islam Muhammadiyah meminta agar RUU HIP dibatalkan, bukannya dilanjutkan dengan menganti nama menjadi RUU PIP.

"Kalau substansi masih tetap sama itu kan sama saja dengan membohongi rakyat karena Pancasila itu sudah final. Tidak usah diotak-atik lagi, sekarang fokus saja pada masalah bagaimana pelaksanaan dari Pancasila itu dalam berbangsa dan bernegara," kata Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad kepada wartawaan BBC News Indonesia Raja Eben.