Khawatir Munculkan Seks Bebas, Alasan PKS Tolak RUU TPKS

Ilustrasi ribuan warga Tumplak di GOR Agus Salim, deklarasi tolak seks bebas dan LGBT
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Fraksi PKS DPR RI menolak Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai usul inisiatif DPR. Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi PKS Bukhori Yusuf menilai RUU tersebut masih mengusung paradigma persetujuan seksual atau sexual consent.

RUU Sah, Thailand Akan Jadi Negara ASEAN Pertama yang Legalkan Pernikahan Sesama Jenis

Bukhori menyebut meski RUU TPKS menyisipkan frasa iman dan takwa serta akhlak mulia dalam asasnya, namun PKS menilai RUU tersebut masih memuat paradigma sexual consent. Dia pun menyoroti usulan Fraksi PKS yang tidak diakomodasi.

"Kendati demikian, kami tetap menyayangkan bahwa usulan kami agar ditambahkan rumusan pasal baru yang berbunyi: ‘Ketentuan Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 harus sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, norma agama, dan budaya bangsa’ tidak diakomodasi," kata Bukhori kepada wartawan, Kamis 9 Desember 2021

Kapan Nama DKI Jakarta Berganti DKJ Resmi Digunakan?

Pun, ia menambahkan, sejumlah pasal yang disebutkan itu merupakan isu sentral yang memicu multitafsir dan kontroversi di tengah masyarakat. Dengan demikian, PKS memandang perlu untuk menambahkan rumusan pasal tambahan dengan tujuan untuk menenangkan suasana kebatinan masyarakat.

Menurut dia, dengan ini bisa memastikan mereka dapat menangkap iktikad baik dari RUU TPKS, yakni untuk melindungi masyarakat dari tindak kejahatan seksual. 

Tok! DPR Sahkan RUU DKJ Jadi Undang-undang, Jakarta Tak Lagi Berstatus DKI

"Namun demikian, ketika pasal-pasal tersebut tidak dikunci dengan rumusan pasal tambahan sebagaimana yang telah PKS usulkan, maka berpotensi menimbulkan multitafsir karena dianggap melegalkan perzinaan dan penyimpangan seksual," ujarnya.

Pelajar SMKN 3 Kota Malang menandatangi aksi penolakan seks bebas

Photo :
  • Surabaya Post

Lebih lanjut, ia menilai dasar pemidanaan dalam RUU TPKS masih menggunakan tolak ukur hanya pada ada atau tidaknya kekerasan atau ancaman kekerasan. Kondisi itu tidak komprehensif untuk menjangkau tindak pidana perzinaan dan penyimpangan seksual.

"Dengan demikian, hanya perbuatan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan saja yang dapat dipidana menurut RUU ini," jelasnya.

"Akibatnya, perbuatan seksual yang dilakukan di luar perkawinan yang sah, termasuk penyimpangan seksual, yang dilakukan tanpa kekerasan maupun ancaman kekerasan, atau dengan kata lain atas dasar persetujuan (consent), maka tidak dapat dipidana oleh RUU TPKS karena pengaturannya tidak menjangkau hal tersebut," lanjut Bukhori.

Selain itu, Bukhori memandang RUU TPKS dalam sinkronisasi dengan RKUHP yang pembahasannya belum berjalan. Sebab, hal ini nanti terkait dengan aturan hukum yang melarang perzinaan (perluasan Pasal 284 KUHP) dan larangan LGBT (perluasan Pasal 292 KUHP).

Dia khawatir muatan RUU TPKS tak ubahnya seperti mengandung norma sexual consent. Dengan demikian seperti tidak ada kekerasan maka hubungan seksual dibolehkan. 

Namun, sebaliknya jika pembahasan dan pengesahan RKUHP dapat terlebih dahulu disahkan. Atau bisa juga pembahasan RUU TPKS dilakukan bersamaan dengan pembahasan RKUHP mengingat materi muatannya sama-sama mengatur tindak pidana yang berkaitan dengan kesusilaan/seksual sehingga penyusunan normanya sejalan satu sama lain. 

Menurutnya, bila seperti itu maka dipastikan norma sexual consent sulit memperoleh celah dalam RUU TPKS ini. 

"Berdasarkan pertimbangan moral dan yuridis tersebut, maka Fraksi PKS menolak RUU TPKS sebelum didahului adanya pengesahan larangan perzinaan dan LGBT yang diatur dalam UU yang berlaku," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya