Partai Ummat, Gelora, hingga Buruh Diprediksi Sulit Lolos ke Parlemen

Elite Partai Ummat
Sumber :
  • VIVA/Cahyo Edi

VIVA Politik - Pengamat politik senior Siti Zuhro memprediksi partai politik (parpol) baru memiliki peluang kecil untuk lolos ke parlemen di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu punya alasan salah satunya persaingan parpol berbasis massa Islam.

Prabowo Makin 'Gemoy' Kuasai Parlemen Jika PKB dan Nasdem Gabung Koalisi

“Peluang partai baru tidak besar karena memperebutkan jumlah yang sama, kecuali jumlah partai Islam tidak banyak. Tidak prospektif,” kata Wiwiek, sapaan akrabnya dikutip dari Antara, Selasa, 12 Juli 2022.

Dia menjelaskan maksud analisanya. Saat ini ada parpol baru berbasis massa seperti Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia yang dibentuk eks elite PKS yaitu Anis Matta dan Fahri Hamzah.

MK Tolak Gugatan 01 dan 03, Demokrat: Selanjutnya Pak Prabowo Butuh Penguatan di Parlemen

Kemudian, ada Partai Ummat yang didirikan Amien Rais. Lalu, Partai Pelita yang diprakarsai oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Selanjutnya, ada Partai Masyumi 'Reborn' yang dibentuk eks politikus PPP Ahmad Yani, dan Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI).

PDIP Harus Ambil Langkah Taktis jadi Oposisi Prabowo, Jangan Tersandera Hak Angket

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal bicara terkait rencana iuran BPJS dibayar sesuai besaran gaji.

Photo :
  • VIVA/Yeni Lestari

Selain parpol baru Islam, ada juga yang memperebutkan basis massa sama seperti Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang dipimpin eks anggota DPR dari Fraksi Demokrat I Gede Pasek Suardika. 

Pun, Partai Buruh yang dipimpin oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, juga berupaya menjadi kontestan Pemilu 2024.

Menurut Wiwiek, jika lolos verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU) maka parpol baru tersebut masih harus berupaya keras untuk lolos ke parlemen. Apalagi saat ini angka ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen.

Dia menyampaikan dalam perjalanan pemilu menunjukkan, hanya sedikit parpol baru yang melenggang ke Senayan. Ia mencontohkan Pemilu 2019 karena dari sembilan parpol yang lolos parlemen tidak ada satu pun partai baru.

“Jadi, fenomena empiris bahwa partai baru tidak mudah mendapatkan kursi di DPR RI, kalaupun dapat yang di daerah provinsi, kabupaten/kota DPRD lolos,” ujar Siti.

Sebaliknya, dia menganalisa ada partai lama yang sebelumnya mendapatkan kursi di DPR RI, tetapi di Pemilu 2019 gagal lolos ke parlemen. Partai tersebut adalah Hanura. Dengan data itu, memperlihatkan tak mudah bagi parpol mengikuti pemilu, apalagi bagi partai baru.

“Yang mengkhawatirkan justru partai yang sudah eksis di DPR bisa terpental, sementara partai baru belum tentu masuk,” tuturnya.

Siti melanjutkan, banyaknya partai Islam yang baru, bisa merugikan partai berbasis massa Muslim yang ada lebih dahulu, dalam merangkul atau mempertahankan pemilih.

“Namanya juga kompetisi, kontestasi pemilu. Jadi, ancaman bagi partai Islam seperti PAN, PKB, PPP, PKS,” kata Siti.

Lebih lanjut, dia menilai dengan terpecahnya partai Islam, partai nasionalis yang beruntung.  Hal itu dibuktikan pada Pemilu 1955, di mana partai berbasis massa Muslim memperoleh suara 40 persen lebih. Namun, turun di pemilu-pemilu selanjutnya.

“Di pemilu selanjutnya, masa Orde Baru dan era Reformasi, suara (parpol) Muslim turun. Sekarang sekitar 30 persen,” ujarnya. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya