DPR: Subsidi BBM, Pemerintah Tak Tegas

BBM
Sumber :
  • Vivanews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Anggota Komisi VII DPR RI Romahurmuziy menilai pemerintah terkesan tidak serius dalam menyikapi perintah Undang-Undang tentang APBN 2011 yang mengatur tentang BBM bersubsidi.

Pemenuhan Layanan Kesehatan Sebagai Bentuk Pelayanan Publik

“Perkembangan terakhir, justru pemerintah yang mementahkan semua hasil kajian tim. Saya melihat ketidaktegasan ini karena perbedaan antara Presiden dengan para pembantunya dalam menimbang resiko yg timbul,” kata Romy dalam surat elektroniknya kepada VIVAnews.com, Senin, 27 Maret 2011.

Ketidakseriusan pemerintah, kata Romy, terlihat saat Rapat kerja November 2010 antara Menteri ESDM dan komisi VII. Saat itu pemerintah meminta waktu untuk menuntaskan kajian. 

Seberapa Pentingkah Spesialisasi bagi Perawat Indonesia?

Namun kenyataannya pada rapat kerja berikutnya, minggu lalu, Menteri ESDM meminta tim lintas perguruan tinggi untuk presentasi di hadapan Komisi VII. Komisi VII menolak karena bukan pada kedudukan konstitusionalnya tim menjelaskan secara langsung kepada Komisi VII.

Menurut Romy, selama ini Presiden lebih banyak menimbang resiko politik. Sedangkan pembantu Presiden lebih menimbang resiko ekonomi. Kebimbangan Presiden, kata Romy, terjadi karena kegagalan pembantu Presiden di sektor terkait dalam menyajikan formulasi kebijakan yang bersifat beresiko menengah (medium risk).

Kepolosan Menghadapai Penipuan Robot Trading

Seharusnya, lanjut Romy, pemerintah harus berani tegas karena seluruh faktor yang dipersyaratkan untuk pemberian kewenangan pemerintah melakukan kebijakan penyesuaian harga BBM sesuai pasal 7 sudah terpenuhi, yaitu sudah lima bulan berturut-turut atau tiga bulan berturut-turut dalam tahun fiskal 2011 ICP (Indonesia Crude Price) naik melebihi asumsi 10 persen.

“Syarat lainnya prognosa harga ICP tidak akan menurun dalam waktu dekat, inflasi berada di titik terendah dan negara-negara sekawasan semua sudah merespon dengan menaikkan harga BBM,” katanya.

Menurut Romy, jika harga BBM subsidi tidak dinaikkan, maka resikonya jelas, subsidi membengkak namun tetap salah sasaran. Karenanya ia menyarankan agar pemerintah menetapkan kebijakan berikut secara bertahap, antara lain melakukan fiksasi subsidi per liter dengan menyesuaikan ambang harga sesuai pasar internasional pada  April mendatang.

“Fiksasi subsidi per liter agar masyarakat mendapatkan pendidikan resiko sekaligus fluktuasi ICP tidak membebani APBN,” jelasnya. Dirinya juga menyarankan agar pemerintah menaikkan harga premium dan solar secara terbatas antara Rp500-1.500 per liter pada Mei ini, lalu dilanjutkan pada bulan Juli agar pemerintah menerapkan pengendalian BBM secara terbatas di Jabodetabek. 

Penerapannya agar segera diujicobakan pada April ini dengan metode yang telah diwacanakan oleh pemerintah. “Dengan kebijakan ini pemerintah tidak menggantung nasib kebijakan. Biaya kegamangan kebijakan sudah sangat besar, yaitu sebesar melonjaknya biaya subsidi akibat spekulasi premium pada triwulan pertama 2011 akibat kekuatiran kenaikan atau pengendalian BBM,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya