Sumber :
- VIVAnews/Zahrul Darmawan
VIVAnews
- Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai fenomena menggadaikan surat keputusan (SK) anggota DPRD di beberapa daerah setelah dilantik, merupakan perilaku tak etis. Tindakan itu dianggap merendahkan jabatan anggota dewan.
"Itu menggadaikan mandat rakyat. Bagaimana kalau tidak bisa mengembalikan?" kata Peneliti ICW bidang politik, Abdullah Dahlan kepada
VIVAnews
, Rabu, 17 September 2014.
Abdullah menyayangkan sikap tak etis yang mulai ditunjukkan anggota DPRD terpilih di awal masa bakti mereka. Dia menduga perilaku ini merupakan imbas dari biaya politik yang tinggi. Sehingga setelah terpilih, mereka ramai-ramai menggadaikan SK untuk mendapat pinjaman uang di bank.
"Dengan
cost
politik yang begitu besar, sehingga harus ada upaya mengembalikan modal-modal itu," ujarnya.
"Dikhawatirkan prioritasnya sebagai anggota dewan yang harus menjalankan fungsi pengawasan, parlemen, malah fokus bagaimana SK cepat balik, cepat selesai (hutangnya)," papar Abdullah
Perilaku semacam ini lanjut Dahlan, berpotensi terjadi praktik penyimpangan, karena logika yang dibangun adalah logika transaksional, yaitu dengan mengembalikan modal politik yang sudah mereka gunakan selama pileg lalu.
"Saya kira ini menjawab praktik pileg kemarin, dimana politik uang sangat ketara. Mereka menang dengan modal yang tak sedikit, sehingga ketika mereka menang memikirkan bagaimana cara mengembalikannya," ungkap dia.
Ke depan, dia berharap pelaksanaan pileg berbiaya tinggi harus dibenahi dengan cara mengubah relasi yang dibangun politisi dari yang semula transaksional menjadi sebaliknya.
Selain itu, Abdullah juga mendorong DPR memasukan aturan etika dalam tata tertib anggota dewan, termasuk mengatur larangan menggunakan kedudukan dan jabatan anggota dewan untuk kepentingan pribadi.
"(Gadai) SK ini kan untuk kepentingan pribadi. Saya kira ini perlu dimasukkan ke dalam tata tertib anggota dewan secara menyeluruh," terang Abdullah. (ita)
Baca juga:
Halaman Selanjutnya
Perilaku semacam ini lanjut Dahlan, berpotensi terjadi praktik penyimpangan, karena logika yang dibangun adalah logika transaksional, yaitu dengan mengembalikan modal politik yang sudah mereka gunakan selama pileg lalu.