- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Guru Besar Universitas Pertahanan, Salim Said, menyebutkan bahwa peradaban politik di Indonesia masih terikat pada sosok atau figur tertentu.
Ketika dahulu semua orang sungkem ke Soeharto, menurut dia, kini bergeser ke Megawati Soekarnoputri.
"Mega ketua partai terbesar. Dahulu, orang kalau ada apa-apa sowan ke Cendana. Sekarang ke Teuku Umar," kata Salim dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu 17 Januari 2015.
Salim melihat, sistem politik memang belum melembaga dengan baik. "Di negeri kita sekarang yang sangat menentukan itu Megawati. Yang menjadikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden adalah Mega," ujar Salim.
Terkait pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri, yang juga bekas ajudan Megawati, menurut Salim, putri Soekarno tentu mengenal baik.
Salim mengakui, Jokowi punya hak prerogatif sebagai Presiden. Namun, hak itu tidak berada pada ruang yang kosong, bebas intervensi apa pun dan siapa pun.
"Di dalam masyarakat ada KPK. Timbul persoalan ketika KPK menetapkan status Budi sebagai tersangka. Sementara itu, DPR, memilih mendukung Pak Budi. Artinya, Jokowi dengan segala hak prerogatifnya berhadapan pada tiga kekuatan, DPR, Mega dan KPK," Salim menjelaskan.
Bantah titipan Mega
Soal penunjukan calon kapolri tunggal Komjen Budi Gunawan sebagai titipan Megawati, PDIP sudah membantahnya. Rumor itu muncul mengingat saat Megawati menjabat Presiden RI, Budi adalah ajudannya.
"Tidak ada titip-titipan. Pak Jokowi itu kan Presiden independen. Terlalu rendah jika Pak Jokowi menjadi Presiden titip-titipan," kata Ketua DPP PDIP, Trimedya Pandjaitan, di gedung DPR, Senin 12 Januari 2015.
Dia mengakui, Megawati dan Budi punya hubungan yang sangat erat. "Ya namanya mantan ajudan, masa tidak dekat," kata anggota Komisi III DPR ini. [Baca selengkapnya ]
Baca juga: