AS Ancam Perdagangan RI, Ini Langkah yang Bisa Dimulai Kemendag

Kementerian Perdagangan
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tengah membidik 124 produk asal Indonesia untuk ditinjau kembali, apakah masih pantas untuk mendapatkan perlakuan khusus pembebasan bea masuk, akibat Indonesia terus menikmati surplus perdagangan dengan AS yang kini sebesar US$3,6 miliar.

Neraca Perdagangan RI Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Mendag: Bagian dari Keberhasilan Kemendag

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, saat ini Indonesia masih melakukan perundingan dengan AS, dan tidak memungkiri bahwa Indonesia akan bisa melakukan retaliasi atau tindakan balasan kepada AS, sebagaimana yang diklaimnya telah dilakukan ke Uni Eropa karena mengancam pelarangan sawit.

Meski demikian, ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira menilai, pintu perundingan atau diplomasi dengan AS terkait hal tersebut pada dasarnya telah tertutup. Sebab, sejak 2016, Indonesia telah masuk ke dalam daftar kebijakan executive order 16 negara pemerintahan Trump.

Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha, Kemendag: Mudah-mudahan Mei Selesai

"Sejak 2016 kan Indonesia sudah masuk dalam executive order Trump yang dianggap sebagai bagian dari 16 negara yang melakukan kecurangan perdagangan termasuk dumping. Artinya dari awal memang pintu diplomasi sulit terbuka dengan AS," tuturnya saat dihubungi VIVA, Jumat 6 Juli 2018.

Akan tetapi, lanjut Bhima, yang saat ini dapat dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan memanfaatkan blok perdagangan regional, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP maupun ASEAN Free Trade Area atau AFTA untuk melakukan negosiasi di World Trade Organization, sehingga bisa memiliki daya tawar menghadapi kebijakan AS.

PB KAMI Laporkan Dugaan Oknum Pejabat yang Terima Suap Pengusaha Oli dan Sparepart Palsu

"Di situ Indonesia bisa bersama negara lain yang mungkin dirugikan, melakukan gugatan ke WTO. Kami juga harus optimalkan peran-peran blok perdagangan, misal RCEP kemudian AFTA dengan beberapa negara-negara di ASEAN bisa digunakan sebagai sarana memperkuat daya tawar," ungkapnya.

Dengan hal itu, kata dia, Indonesia memiliki daya tawar dengan mengajak negara-negara di kawasan ASEAN ataupun Asia untuk melakukan retaliasi perdagangan, yakni melakukan balasan dengan naikkan tarif bea masuk produk impor dari AS.

"Nah, di situlah kemudian bisa terjadi defisit keseimbangan, apakah nanti AS akan cancel semua upayanya untuk perang dagang dengan Indonesia atau kedua akan ada retaliasi dagang yang serempak di koridor ASEAN atau Asia tadi," ujar dia.

Di luar itu, dikatakannya, Indonesia juga harus melakukan antisipasi terhadap potensi melemahnya nilai ekspor. Sebab, AS menjadi bagian dari tiga negara sebagai tujuan ekspor terbesar Indonesia, bersama dengan China dan Jepang.

"AS dan China kira-kira 25 persen lah ya (dari total ekspor). Kalau enggak ekspor ke AS, dia harus alihkan ke pasar mana lagi yang cukup potensial, atau bahkan memperkuat pasar domestik, sehingga kita bisa bermain di situ dan tidak terlalu kena rugi dengan perang dagang itu," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya