Kepala SKK Migas Blak-blakan Ungkap Syarat RI Setop Impor BBM

Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim

VIVA – Indonesia masih menjadi negara pengimpor bahan bakar minyak atau BBM, sehingga tak dipungkiri sektor migas turut menyumbang defisit transaksi berjalan. Imbas derasnya impor yang masuk ke Indonesia, pada akhirnya membuat nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing harus melemah.

Kejar Target 1 Juta Barel Minyak Per Hari, SKK Migas Perkuat Manajemen Rantai Pasok

Lantas, kapan Indonesia bisa mandiri di bidang migas tanpa impor?

Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengungkapkan, Indonesia sebetulnya pada zaman dulu sempat mandiri tanpa perlu impor. Namun, karena kebutuhan akan BBM semakin tinggi, maka harus ada penambahan jumlah produksi migas di Tanah Air.

Kunjungan Kerja ke Ciamis, PT Minarak Banyumas Gas Melaksanakan Komitmen Eksplorasi Migas

"Impornya crude (minyak mentah) maupun fuel (bahan bakar) kan 1,3 juta barel per day. Jadi, kalau produksi dalam negeri kita bisa naik sebesar itu kita tidak (perlu) impor," ujar Amien di Pulau Pabelokan Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis 6 September 2018.

Namun, menurutnya, untuk mendongkrak produksi migas bisa sampai ke level tersebut, Indonesia perlu menemukan cadangan raksasa baru seperti lapangan Banyu Urip yang mampu memproduksi lebih dari 200 ribu barel per hari.

SKK Migas: Komersialisasi Migas Harus Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri

"Kalau mau naik segitu, kita perlu paling enggak punya lima Banyu Urip nih. Artinya, giant discoveries bukan hanya satu," kata Amien.

Untuk bisa melakukan discovery dengan ukuran yang besar, Amien mengatakan, syarat pertamanya adalah kinerja eksplorasi migas di Tanah Air mau tidak mau harus banyak dan menjangkau daerah frontier alias belum dijamah.

"Untuk bisa di daerah frontier syarat pertama bisa ke situ adalah ada duitnya dan ini sudah ada dalam bentuk KKP (Komitmen Kerja Pasti) dan yang punya paling besar Pertamina," ujarnya.

Adapun syarat kedua, Amien mengatakan, adalah perlunya data awal yaitu data subsurface di masing-masing wilayah kerja migas. Hingga pertengahan 2018, tambahnya, data subsurface dari semua wilayah kerja migas RI yang sudah terkompilasi mencapai 70 persen dalam database.

"70 persen database subsurface ini bisa dipakai teman-teman Geologi, Geofisika untuk menemukan daerah yang prospektif di mana. Kalau prospektif kelihatan, ya dibor," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya