Atasi Defisit, RI Wajib Temukan Cadangan Migas Baru Sebesar Banyu Urip

Lapangan minyak Banyu Urip Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA – Kebutuhan masyarakat Indonesia akan minyak dan gas bumi diprediksi terus meningkat. Pada 2050 kebutuhan migas Indonesia diperkirakan masih mencapai dua juta sampai tiga juta barel per hari. 

Sejumlah Kontrak Blok Migas Baru Bakal Diteken di IPA Convex 2024

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, Syamsu Alam. Menurutnya, cadangan migas Indonesia yang sebesar 3,5 miliar barrel oil equivalent (BOE) itu hanya 0,2 persen dari cadangan dunia. Sehingga, butuh usaha luar biasa agar produksi nasional bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.

Saat ini, lanjut mantan Direktur Hulu Pertamina itu, produksi minyak hanya 800 ribu barel per hari (bph) dan 200 ribu bph berasal dari lapangan Banyu Urip. 

Jajaki Potensi Blok Migas Internasional, Pertamina Gandeng ENI

"Kalau tidak ada Banyu Urip, produksi hanya 500 ribuan. Kalau tidak menemukan Banyu Urip lainnya, kita akan menghadapi masalah besar nantinya," ujar Syamsu di Jakarta, Selasa 19 Februari 2019. 

Sedangkan, menurut Wakil Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, Nanang Abdul Manaf, berdasarkan neraca sumber energi primer minyak dan gas bumi 2025 dan 2050, pada 2025 akan ada defisit minyak sebesar 1,39 juta bph dan 2.837 juta standar kaki kubik per hari (MMCFD) gas. 

ESDM Tetapkan Petronas Pemenang Lelang Blok Migas di Papua Barat, Ada Potensi 6,8 Miliar Barel

Defisit pun dijelaskannya akan semakin besar pada 2050, yakni 3,82 juta bph minyak dan 24.398 MMSCFD gas. 

Untuk itu, menurutnya ada beberapa langkah untuk meningkatkan produksi dan menutup defisit pada 2025 dan 2050. Langkah tersebut di antaranya adalah insentif untuk usaha-usaha eksplorasi sebagai antisipasi jangka panjang, percepatan Plan Of Development atau POD dan Plan Of Further Development atau POFD, secondary dan tertiary recovery project (EOR), dan pencarian upside potential di mature field atau lapangan migas tua. 

"Selain itu perlu mendorong BUMN migas atau perusahaan energi nasional untuk mencari sumber energi di luar Indonesia," kata Nanang yang juga Presiden Direktur PT Pertamina EP itu. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya