Menko Darmin: Jangan-jangan Kita Terlalu Murah Hati terhadap MEA

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA – Kinerja ekspor Indonesia tidak mampu terdongkrak, meskipun Indonesia sudah melakukan berbagai perjanjian perdagangan bebas dengan berbagai negara maupun kelompok negara. Pada 2018, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia hanya mampu tumbuh 6,7 persen jauh di bawah target yang sebesar 11 persen.

Neraca Perdagangan RI Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Mendag: Bagian dari Keberhasilan Kemendag

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution pun menduga, berbagai perjanjian perdagangan yang telah dibuat oleh Kementerian Perdagangan dengan negara lain, baik dalam bentuk Free Trade Agreement atau FTA maupun Comprehensive Economic Partnership Agreement atau CEPA tidak dilakukan dengan pertimbangan yang matang.

Maksudnya, lanjut dia, perjanjian perdagangan tersebut tidak dilakukan tanpa adanya harmonisasi yang konkret antara kerja sama perdagangan yang dibuat dengan kesiapan produk industri dalam negeri. Akibatnya ekspor Indonesia tidak mampu terdorong dengan cepat.

Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha, Kemendag: Mudah-mudahan Mei Selesai

"Kita cukup semangat menyelesaikan FTA dan CEPA yang apapun namanya dengan banyak negara atau kelompok negara, tapi kita belum pernah mengharmonisasi," katanya di Jakarta, dikutip Rabu 13 Maret 2019.

Bahkan, Darmin menduga perjanjian perdagangan tersebut hanya menjadikan impor Indonesia semakin melonjak pertumbuhannya ketimbang pertumbuhan ekspor. Adapun rata-rata pertumbuhan ekspor saat ini dikatakannya hanya mencapai delapan persen, sedangkan impor mampu tumbuh di atas 20 persen.

PB KAMI Laporkan Dugaan Oknum Pejabat yang Terima Suap Pengusaha Oli dan Sparepart Palsu

"Jangan-jangan terlalu murah, murah hati misalnya terhadap MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), misalnya. Ini misalnya loh. Yang mau saya katakan kita perlu pelajari ini supaya kita bisa mendudukkan apakah FTA, CEPA, itu sudah pernah kita harmonisasikan. Jangan-jangan meningkatkan impor," papar dia.

Karenanya, kata dia, berbagai perjanjian perdagangan tersebut perlu untuk dikaji ulang dan diharmonisasikan supaya antara yang diproduksi di dalam negeri bisa memenuhi berbagai kebutuhan produk negara tujuan. Di samping juga produk negara mitra dagang tersebut bisa masuk sesuai dengan kebutuhan industri domestik.

"Sehingga sebenarnya kalau hanya mencari market baru adalah untuk orang lain yang produknya enggak punya atau orang lain produknya yang enggak efisien. Maka perlu diidentifikasi," tutur dia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya