Implementasi B30 Diklaim Bisa Hemat Devisa hingga Rp63 T, Benarkah?

Presiden Jokowi meluncurkan BBM B30 di SPBU di MT Haryono, Jakarta
Sumber :
  • Agus Rahmat/VIVA

VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan bahan bakar minyak (BBM) Biodisel 30 persen (B30) di salah satu SPBU di Jakarta Selatan, Senin, 23 Desember 2019. Penerapan B30 ini akan memberi dampak besar terhadap permintaan domestik CPO dan petani sawit. 

Pemerintah Indonesia Diminta Tegas Lawan Diskriminasi Perdagangan Global

Selain itu, juga akan menghemat devisa negara hingga Rp63 triliun. Pasalnya, impor BBM akan berkurang, terutama solar lantaran kebutuhannya sudah terpenuhi di dalam negeri. 

"Artinya, kalau nanti Rp63 triliun bisa dihemat, kalau didolarkan berapa? US$4,8 miliar bisa kita hemat," kata Jokowi.

Ekonom Ungkap Pentingnya Prinsip Berkeadilan dan Berkelanjutan dalam Hilirisasi Industri

Penggunaan CPO dalam BBM, juga akan membuat Indonesia tidak lagi defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan di masa depan lantaran defisit selama ini terjadi lantaran besarnya impor BBM. Adapun penyumbang impor terbesar adalah minyak dan gas (migas).

Baca juga: Umat Islam Tak Dilarang Ucapkan Selamat Natal, Kata MUI

Luncurkan Bursa CPO, Mendag Zulhas Ingin RI Jadi Barometer Harga Sawit Dunia

Target bisa menghemat devisa hingga puluhan triliun ditanggapi mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu. Menurutnya, B30 hanya mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) tapi tidak otomatis menghemat devisa.

"Karena, penggunaan CPO untuk BBM di dalam negeri mengurangi perolehan devisa dari ekspor CPO. Artinya, secara net sama saja," ujar Said Didu, dikutip dari akunnya di Twiiter.

Impor migas berakhir

Sementara itu, Jokowi menegaskan bahwa setelah B30 diterapkan maka pada tahun depan, dia akan meminta Pertamina dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk meluncurkan B40. Setelah itu, dilanjutkan dengan peluncuran B50 pada 2021 mendatang. 

Dia menyakini dengan memanfaatkan produk sawit di dalam negeri maka ketergantungan terhadap impor migas bisa ditekan atau dihilangkan.

"Ini menjadikan kita lebih mandiri, tidak tergantung pada pasar ekspor, tidak tergantung pada negara lain yang ingin beli CPO kita. Kamu enggak beli enggak apa-apa, saya pakai sendiri. Kamu enggak beli enggak apa-apa, saya konsumsi sendiri di dalam negeri," tuturnya. 

Jokowi bilang, ekspor sawit selama ini tertekan karena adanya kampanye hitam produk sawit indonesia dan negara Asia lainnya seperti Malaysia di pasaran Uni Eropa. Akibatnya, harga sawit anjlok karena stok melimpah. Nah, dengan penggunaan di dalam negeri maka ketergantungan itu bisa dihilangkan. 

"Daya tawar kita menjadi lebih kuat. Ngapain kita tergantung negara lain kalau konsumsi di dalam negeri bisa memakainya. Apalagi ini energi bersih," ujarnya.

Sementara produk sawit Indonesia saat ini per hektare baru mencapai sekitar 4 ton. Namun sejumlah negara, kata dia, bisa mencapai 7-8 ton. Karena itu, dia sudah memerintahkan terus melakukan peremajaan terhadap lahan sawit. Peremajaan lahan sawit sudah berjalan dalam dua tahun terakhir.

"Karena dana sawit kita besar. Terakhir Rp20-an triliun, yang akan kita pakai untuk replanting peremajaan kebun sawit milik petani. Target kita, 500 ribu hektare dalam tiga tahun ke depan untuk peremajaan sawit," tutur Jokowi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya