Joe Biden Presiden Terpilih AS, Dolar Diklaim Bisa di Bawah Rp14 Ribu

Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menguat pada perdagangan awal pekan ini, Senin, 9 November 2020. Rupiah diprediksi mampu bergerak di kisaran Rp14.000 per dolar AS.

Rupiah Melemah Tertekan Fed Tunda Pangkas Suku Bunga hingga Konflik Timteng Memanas

Di pasar spot, hingga pukul 10.00 WIB hari ini, rupiah ditransaksikan di level Rp14.145 per dolar AS. Menguat hingga 0,46 persen dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia mematok nilai tengah rupiah hari ini di level Rp14.172. Menguat dari akhir pekan lalu di level Rp14.321.

AS dan Israel Kembali Berdiskusi Tentang Evakuasi di Gaza Selatan

Baca juga: Pengusaha Harus Lakukan 5 Hal Ini Jika Ingin Bisnisnya Sukses

Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai, rupiah bisa bergerak lebih menguat lagi terhadap dolar AS. Bahkan penguatannya bisa hingga di bawah Rp14.000 per dolar AS pada bulan ini.

Rupiah Mulai Perkasa ke Rp 16.205 per Dolar AS, Ini Pendorongnya

Itu tidak terlepas dari sentimen positif pelaku pasar keuangan terhadap kemenangan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat ke-46, menggantikan Donald Trump.

"Di bawah Rp14.000 bisa saja, tentu juga didukung oleh indikator ekonomi Indonesia Yang membaik selain efek kemenangan Biden," ungkap dia hari ini.

Menurut Ariston, kemenangan Biden terlihat disambut positif oleh harga aset-aset berisiko di Asia pagi ini, termasuk Indonesia. Sejumlah mata uang emerging market menguat.

"Indeks saham Asia terlihat menguat, indeks dolar AS terlihat tertekan, nilai tukar emerging market terlihat menguat terhadap dolar AS," tegas dia.

Pasar keuangan, kata Ariston, berekspektasi kebijakan Biden akan lebih ramah terhadap negara lainnya dibandingkan pendahulunya. Hal tersebut bisa membantu pertumbuhan ekonomi di negara emerging market.

"Kebijakan Biden nantinya memang dianggap lebih ramah terhadap negara-negara lainnya karena Biden bakal lebih mengedepankan kerja sama dibandingkan konfrontasi," tutur dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya