Menakar Dampak Harga Minyak Dunia yang Tembus US$130 per Barel

Foto ilustrasi minyak dunia
Sumber :

VIVA – Invasi berkelanjutan yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina membuat harga minyak dunia naik menembus level US$130 per barel. Harga tersebut merupakan harga tertinggi sejak 13 tahun terakhir.

Deretan Motor Honda yang Bensinnya Super Irit per Mei 2024

Pengamat energi yang merupakan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, harga minyak dunia yang naik secara signifikan akan menyebabkan beberapa dampak. Ada dampak positif maupun negatif terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

“Terutama soal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan beban subsidi.  Kenaikan ini pastinya akan menyebabkan pemerintah mendapatkan windfall (durian runtuh) setiap dolar kenaikan ICP (Indonesian Crude Price),” ujar Mamit kepada VIVA, Senin 7 Maret 2022.

Ini Pertimbangan Komisi B DPRD DKI Bahas Kenaikan Tarif Transjakarta

“Setiap kenaikan US$1 ICP, berdampak terhadap penerimaan negara sebesar Rp1,1 triliun. Tetapi ini tidak diimbangi dengan beban subsidi yang meningkat,” lanjutnya.

SPBU Pertamina berkonsep Green Energy Station.

Photo :
  • Dok: Pertamina
Polusi Naik Lagi, Komisi B DPRD DKI Beberkan Dampak Armada Bus Pakai BBM

Dampak Kepada Subsidi LPG dan BBM
Berdasarkan data ESDM, Mamit mengatakan, setiap kenaikan US$1 ICP akan berdampak terhadap kenaikan subsidi LPG sebesar Rp1,47 triliun. Sedangkan, subsidi BBM sebesar Rp49 miliar dan beban kompensasi sebesar Rp2,65 triliun. Dengan itu, beban subsidi yang didapatkan jika dibandingkan dengan penerimaan akan lebih besar.

“Selain itu, karena kita adalah net importir baik minyak mentah maupun produk, maka ini bisa meningkatkan defisit neraca perdagangan kita. Yang bisa menyebabkan terdepresiasinya nilai mata uang rupiah terhadap dolar,” jelasnya.

Sementara itu, untuk harga BBM dalam negeri akibat naiknya harga minyak dunia Mamit memperkirakan, untuk BBM penugasan dan jenis tertentu pemerintah sedang melakukan penghitungan terkait kemampuan negara.

“Saya kira pemerintah sedang berhitung mengenai kemampuan keuangan negara. Jika masih mampu untuk tetap mensubsidi dan membayar kompensasi maka tidak ada perubahan. Yang harus dilakukan pemerintah saya kira cukup berat. Cukup sulit bahkan,” ujarnya.

Untuk mengatasi persoalan BBM, lanjut Mamit, pemerintah bisa segera menjalankan program peningkatan populasi electric vehicle (EV). Selain itu, program konversi ke Compressed Natural Gas (CNG) juga bisa kembali digalakkan sehingga dapat mengurangi impor BBM Indonesia.

“Program RDMP (Refinery Development Master Plan) dan GRR (Grass Root Refinery) harus bisa dikejar agar bisa menjadi kemandirian energi kita. Program ini bisa mengurangi impor BBM dan LPG ke depannya,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya