BI Ungkap Besarnya Dampak Ekonomi Hijau Kepada Stabilitas Moneter

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung.
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim

VIVA Bisnis – Bank Indonesia (BI) memberi perhatian besar kepada isu ekonomi hijau. Termasuk sustainable finance atau pembiayaan berkelanjutan yang mendukung dunia usaha. 

Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tumbuh, BI Pede Pertumbuhan Sepanjang 2024 di 5,5 Persen

Deputi Gubernur BI, Juda Agung mengungkapkan, perhatian besar Bank Indonesia pada isu ini karena dampak besarnya kepada stabilitas moneter.

"Memang dampaknya kepada stabilitas moneter cukup besar," kata Juda Agung dalam seminar 'Scaling Up Green Finance in Indonesia' pada Side Event G20 di Nusa Dua Convention Center (NDCC), Badung, Bali, Jumat, 15 Juli 2022.

Bank Indonesia and PP ASKI Hold Karate National Seminar

G20 Indonesia 2022. (ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/Fikri Halim

Ia menjabarkan, jika ekonomi hijau tidak didukung maka biaya yang nanti dikeluarkan untuk mengatasi cuaca ekstrem diperkirakan bisa mencapai 40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2050. Nilai ini tentu sangat signifikan. 

Airlangga: Negara Anggota OECD Akui Leadership RI di ASEAN dan G20

"Namun bila kita melakukan mitigasi-mitigasi sesuai dengan komitmen kita di dalam Paris Agreement, biaya tersebut bisa berkurang menjadi 4 persen PDB," ucapnya.

Untuk itulah, lanjut dia, semua pihak penting menyadari bahwa mendorong pembangunan ekonomi dan menjaga lingkungan harus dilakukan secara simultan. 

Dalam aspek ekonomi dan keuangan, menurut Juda, RI perlu bergegas melakukan berbagai kebijakan untuk menuju ekonomi hijau. Ia menjabarkan, setidaknya ada beberapa dampak yang sangat signifikan jika terus ditunda-tunda. 

Pertama, lanjut dia, Indonesia akan kehilangan kesempatan ekspor. Karena, saat ini sudah ada berbagai hambatan bagi produk yang tidak memenuhi persyaratan standar ekonomi hijau.

"Kalau ekspor itu turun tentu saja dampaknya kepada CAD (Current Account Defisit) pada transaksi berjalan kemudian pada akses keuangan Global jadi berdampak kepada stabilitas moneter dan juga stabilitas sistem keuangan," ungkap Juda. 

Dampak kedua, Juda melanjutkan, investasi rendah karbon seperti mobil listrik akan beralih ke negara lain yang telah memiliki kebijakan yang jelang tentang industri rendah karbon.

"Jadi kita memang kebijakan mengenai industri hijau termasuk mobil listrik, bangunan hijau dan sebagainya ini memang sangat diperlukan," katanya. 

Dampak ketiga, adalah akses terhadap keuangan Global juga menjadi terbatas. "Karena preferensi investor keuangan kepada sektor keuangan hijau ini semakin besar sehingga mereka lebih memprioritaskan kepada sektor yang hijau," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya