Barang Impor di Bawah Rp1,5 Juta Bakal Dilarang Dijual di E-commerce

Ilustrasi e-commerce.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan bahwa barang impor di bawah US$ 100 atau setara dengan Rp1,5 juta bakal dilarang dijual di e-commerce dan social commerce.

Dengan begitu, produk impor yang boleh dijual di platform marketplace hanya di atas US$ 100 atau di atas harga Rp1,5 juta. Alasannya, untuk melindungi keberlangsungan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.

Hal itu akan diatur dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Menkop UKM Teten Masduki.

Photo :
  • VIVA/Yeni Lestari

Usulan bahwa Indonesia harus segera membuat regulasi yang mengatur perdagangan digital agar UMKM tidak banyak mengalami kebangkrutan.

Teten menyampaikan, perkembangan teknologi dengan cepat mengubah pola belanja konsumen dari e-commerce ke social commerce. Hal ini sangat berdampak pada penjualan UMKM lokal karena harga yang ditawarkan sangat murah.

“Banyak pengalaman di India, Inggris dan negara lain. Kalau kita terlambat membuat regulasinya, pasar digital kita akan dikuasai oleh produk dari luar terutama dari China,” kata Teten, dikutip dari ANTARA, Jumat, 28 Juli 2023.

Marketplace.

Photo :
  • Salesforce

Salah satu contoh social commerce yang menjual harga dengan sangat murah adalah TikTok Shop. Menurutnya, penjualan produk pada platform tersebut sudah mengarah pada predatory pricing atau praktik menjual barang di bawah harga modal.

“Mereka bisa memproduksi barang yang begitu murah sehingga yang terjadi di sini adalah predatory pricing bukan dumping lagi. Sudah tidak masuk akal harganya,” ujar Tetetn.

Selain larangan harga dibawah Rp1,5 juta, ritel online berasal dari luar Indonesia tidak diperbolehkan untuk menjual produknya secara langsung kepada konsumen.

Produk dari luar harus masuk Indonesia sesuai dengan mekanisme impor yang sudah berlaku. Setelah itu, produk bisa dipasarkan melalui e-commerce maupun social commerce.

“Karena kalau langsung gitu, enggak bisa bersaing dengan UMKM kita. Karea UMKM kita harus ngurus izin edar, SENI, harus ngurus sertifikat halal dan sebagainya. Sedangkan mereka enggak perlu ngurus,” jelas Teten.

Lebih lanjut, platform digital luar negeri tidak diperbolehkan untuk menjual produk yang berasal dari afiliasi bisnisnya. Sebab, dengan teknologi algoritma yang dimiliki oleh sosial media, maka akan lebih mudah untuk menarik konsumen membeli produk yang terafiliasi dengan bisnisnya.

Lagi, Bank Mandiri Raih Peringkat Satu Bank Pelat Merah Terbaik Versi Forbes
[dok. Pelatihan mengenai kemasan produk untuk mitra UMKM Wiranesia yang disampaikan oleh Marysha Djafar, Head of Business Development Lion Parcel yang dilaksanakan di Lion Parcel HQ, Kedoya, Jakarta Barat]

Digitalisasi dan Manajemen Logistik jadi Perhatian Lion Parcel untuk Dukung UMKM Jangkau Pasar

Salah satu strategi yang disiapkan Lion Parcel antara lain yakni menggandeng inkubator wirausaha digital.

img_title
VIVA.co.id
9 Mei 2024