Usia 1 Abad Lebih, Menteri ATR/BPN Sertifikasi Lahan Gereja di Kupang

Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, memberikan sertifikat tanah bagi Gereja Masehi Injili di Timor yang berada di Kelurahan Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sumber :
  • Dok. Kementerian ATR/BPN.

Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto, memberikan kepastian hukum hak atas tanah berupa sertifikat secara langsung, bagi Gereja Masehi Injili di Timor yang berada di Kelurahan Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kronologi Pembubaran Kegiatan Ibadah Berujung Pengeroyokan di Tangsel

Hal itu merupakan rangkaian dari kunjungan kerja Menteri Hadi ke NTT, guna menyukseskan Gerakan Sertifikasi Rumah Ibadah dan Pesantren yang mengakomodir program pendaftaran tanah di Indonesia.

Supaya, tanah-tanah rumah ibadah dan fasilitas adat bagi masyarakat di berbagai wilayah Indonesia bisa tersertifikasi. Hal itu sebagaimana yang dilakukan terhadap salah satu gereja tertua seluas 3.792 meter persegi, yang berada di Kabupaten Kupang, NTT tersebut.

Gunung Ile Lewotolok Erupsi Setinggi 900 Meter, Menurut Pos Pengamatan

Ilustrasi Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) di Kupang.

Photo :
  • Istimewa.

Usai menerima sertifikat, Pdt. Sinta Waang mengatakan bahwa tanah tempat berdirinya gereja tersebut sudah dimanfaatkan lebih dari satu abad, namun belum memiliki kepastian hukum. "Lebih dari 100 tahun, usia (tanahnya). Lebih tua dari Gereja Masehi Injili di Timor," kata Sinta dalam keterangannya, Jumat, 22 September 2023.

4 Tersangka Pembubaran dan Pengeroyokan Ibadah di Tangsel Termasuk Ketua RT, Ini Perannya

Dia pun menjelaskan alasan kenapa gereja tersebut begitu lama tidak memiliki sertifikat. Usut punya usut, hal itu akibat sulitnya pembuatan sertifikat, yang disebabkan adanya permasalahan waris dari pemilik tanah terdahulu.

"Bisa lama karena memang proses juga agak sedikit rumit, karena tentang kepemilikan hak warisnya dan terlalu lama ditunda untuk pengurusan. Setelah orang tuanya meninggal, hak waris masih dalam pembicaraan cukup lama," ujarnya.

Selain itu, alasan lainnya yakni karena para pengurus gereja juga masih merasa, bahwa kepemilikan hak atas tanah bukanlah hal yang penting. Hingga akhirnya, belakangan terdapat konflik pertanahan yang melibatkan gereja-gereja di sekitarnya.

"Mungkin juga dulu tidak terlalu merasa penting untuk pengurusan sertifikasi. Namun, ketika sudah banyak kasus, gereja mulai melihat memang ini adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi," kata Sinta.

Karenanya, saat para pengurus gereja tergerak untuk mengurus alas hak dari tanah gereja tersebut, Kementerian ATR/BPN pun menyediakan program yang mempercepat proses sertifikasi rumah ibadah.

"Kini para jemaat yang beribadah bisa lebih tenang dengan adanya sertifikat," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya