Sumber :
- ANTARA/Yudhi Mahatma
VIVAnews -
Indonesia mengalami tantangan domestik yang tidak kalah sulitnya dengan tantangan global. Hal ini disampaikan oleh gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.
Di acara "Sambutan Gubernur Bank Indonesia dan Banker Dinner 2013" di Gedung Kebon Sirih, Jakarta, Agus mengatakan bahwa proyeksi pertumbuhan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2014 meningkat ke angka 3,5 persen. Pertumbuhan rata-rata perekonomian Amerika Serikat dan Eropa dalam dua dekade terakhir sekitar 2,2 persen dan 1,4 persen.
Dalam lima tahun ke depan, pertumbuhan kedua wilayah tersebut akan meningkat menjadi 3,1 persen dan 1,6 persen. Sebaliknya, dalam kurun waktu yang sama, perekonomian China diprediksikan harus menerima angka 7,0 persen setelah selama dua puluh tahun pertumbuhan rata-ratanya di atas 10,2 persen.
"Persoalan bagi kita, pergeseran lanskap global berisiko memutar balik arah modal portofolio menuju negara maju, terutama Amerika Serikat," kata dia.
Selanjutnya, eks dirut Bank Mandiri itu mengatakan bahwa ada beberapa tantangan domestik yang mesti dihadapi Indonesia, yaitu pasar keuangan yang harus dibenahi dan pasar ini belum dalam dan likuid.
"Ini tercermin dari rendahnya
turn over
dan anomali pembentukan harga di pasar repo. Pasar dengan jaminan (
collateralized market
) justru kurang diminati dan lebih mahal dibandingkan dengan pasar uang antarbank (PUAB) yang tanpa jaminan (
uncollateralized market
). Sementara di pasar valas ditandai dengan volume yang masih rendah dan transaksi lindung nilai yang belum aktif. Dengan struktur mikro pasar ini, kurs mudah tertekan ketika mendapat sedikit lonjakan permintaan valas," kata dia.
Yang kedua adalah kelemahan struktural yang dapat mengganggu upaya Indonesia mendorong ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Menurut Agus, Indonesia telah berada di posisi masyarakat kelas menengah. Perubahan tingkat masyarakat dari kelas bawah ke kelas menengah ini menyebabkan pertumbuhan perekonomian menjadi terkendala.
Dalam kelas masyarakat ini, semakin banyak barang impor yang masuk ke dalam negeri, terutama barang berteknologi menengah dan tinggi. Permintaan akan barang impor ini tidak sesuai jumlahnya dengan produksi domestik.
Di samping itu, Indonesia juga kekurangan teknologi dan sektor perindustrian nasional belum mampu mencukupi permintaan dalam negeri.
Agus melihat bahwa kendala-kendala tersebut disebabkan oleh tiga aspek yang belum memadai, yaitu ketersediaan infrastruktur konektivitas, manajemen energi domestik, dan kebijakan pemerintah terkait dengan bisnis, seperti kemudahan usaha dan kepastian hukum.
Pemkot Tangsel Raih Opini WTP 12 Kali Berturut, Benyamin: Kami Selalu Bertekad Pertahankannya
Pencapaian Opini WTP Pemkot Tangsel ini yang ketiga di bawah kepemimpinan Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan.
VIVA.co.id
8 Mei 2024