Sumber :
- VIVA.co.id / Renne Kawilarang
VIVA.co.id
- Masyarakat Papua meminta dilibatkan dalam renegosiasi Kontrak Karya antara PT. Freeport Indonesia dengan Pemerintah RI. Hal itu dilakukan untuk memastikan hak-hak masyarakat asli Papua, yang telah turun temurun hidup di Papua, terakomodir.
"PT. Freeport, pemerintah dan masyarakat Papua harus duduk sejajar, sebelum ada Freeport itu gunung kami dilahirkan di situ," kata tokoh masyarakat dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indoenesia (Sekjen AMPTPI), Markus Haluk, di Gedung Komnas HAM, Jakarta, 13 November 2015.
Menurut Markus, sejak awal negosiasi kontrak PT. Freeport dan Pemerintah RI tidak pernah melibatkan masyarakat asli Papua. Bahkan pada kontrak pertama tahun 1967, dilakukan sebelum masyarakat Papua Barat menyatakan bergabung dengan RI.
"Secara regulasi hukum internasional tidak legal, kontrak pada tahun 1991 (kontrak karya generasi V) juga tidak melibatkan orang Papua sebagai yang punya tanah, lagi-lagi mereka melakukan lagi sepihak, kami jadi korban," ujarnya.
Menjelang renegosiasi kontrak karya ke VI, kata Markus, masyarakat Papua ingin memastikan bahwa mereka diikutsertakan. Mereka meminta pengakuan dari pemerintah sebagai pemilik tanah.
"Esensinya bukan Freeport memberikan dana, Freeport jangan gertak pemerintah dengan dana, dan pemerintah jangan melacurkan diri kepada Freeport. Kami minta dilibatkan untuk mengakomodir hak kami," ujar dia.
PT. Freeport Indonesia telah beroperasi sejak tahun 1967 dengan penandatanganan Kontrak Karya Generasi I pada 7 April 1967. Setelah itu PT. Freeport telah beberapa kali melakukan renegosiasi Kontrak Karya hingga perpanjangan kontrak menjadi Kontrak Karya Generasi V. Saat itu kontrak ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991 untuk jangka waktu 30 tahun hingga 2021.
Baca Juga :
Kisah Pilu Perempuan Papua
Menteri Arcandra Bicara Masa Depan Freeport
Dia akan tegas mengambil keputusan sesuai dengan undang-undang.
VIVA.co.id
29 Juli 2016